Kamis, 15 Desember 2011

ILMU TAJWID



BAB  I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Al Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw sebagai salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta.
Al Qur’an memberikan pedoman dan bimbingan dalam mencapai rahmat Allah dan ridloNya. Didalamnya terkumpul wahyu Illahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi orang yang  mengimaninya, mengamalkannya, mempelajarinya dan membacanya.
Membaca Al Qur’an merupakan suatu ibadah dan jembatan menuju pemahaman dan pengamalan. Kemampuan membaca aksara arab semata, belum cukup bagi seseorang untuk bisa membaca Al Qur’an dengan baik sebagaimana sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, dibutuhkan suatu ilmu yang menuntunnya, yaitu ilmu tajwid.
Ilmu tajwid sangat penting dalam literatur Al Qur’an. Ilmu tajwid menuntun kaum muslim untuk mengetahui tentang tata cara melafalkan ayat-ayat Allah dengan baik dan benar, Serta agar maknanya tetap terjaga. Sehingga diharapkan dengan belajar ilmu tajwid, tidak sekedar tahu tentang kaidah tatacara membaca Al Qur’an, namun juga dapat memahami isi kandungan Al Qur’an tersebut, sampai akhirnya dapat mengaplikasikan isi dari pada kandungan Al Qur’an dalam kehidupan sehari - hari.
Oleh  karenanya,  Madin  yang  berada di  Pondok  Pesantren Alhikmah 02, merupakan pendidikan non formal dengan tujuan untuk mencetak santri Tafaquh Fiddin, dengan melalui program pengajarannya yang menitik beratkan pada pelajaran ilmu tajwid, meskipun pelajaran yang lainnya seperti Fiqih, Tauhid, Ahlaq dan lainnya, tidak kalah pentingnya dalam madrasah diniyah Al Hikmah 02. Hal ini dapat penulis buktikan dengan diwajibkannya santri menghafal nadzom - nadzom ilmu tajwid seperti dalam kitab Tuhfat al Athfal, Yanbu’a dan Hidayat Al Mustafid fi Ahkam Tajwid.
Akan tetapi berdasarkan penelitian masih banyak ditemukan anak didik yang tidak bisa memahami ilmu tajwid dan bacaan Al Qur’an dengan baik yang sesuai kaidah ilmu tajwid, sehingga melihat realita yang demikian, seharusnya para Orang tua, Asatidz dan juga pengurus madrasah diniyah (Madin), untuk lebih menekankan kepada anak didiknya agar lebih serius mempelajari ilmu tajwid dan bacaan Al Qur’an secara sempurna.
B.                 Alasan Pemilihan Judul
          Adapun alasan penulis memilih judul diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.              Karena melihat banyak dari para santri yang tidak bisa memahami ilmu tajwid dan bacaan Al Qur’an  dengan baik sesuai kaidah ilmu tajwid.
b.              Untuk mengetahui lebih jauh tentang usaha - usaha Madrasah diniyah Al Hikmah 02 dalam meningkatkan kiat membaca Al Qur’an melalui pembelajaran ilmu tajwid.
C.                Batasan Dan Rumusan Masalah
1.      Pembatasan Masalah
            Sebelum penulis membahas lebih lanjut tentang risalah ini, terlebih dahulu akan penulis jelaskan istilah-istilah penting sehubungan dengan judul diatas, dengan harapan agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang batasan pengertian yang terkandung didalamnya.
Adapun istilah - istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:
a.             Upaya / Usaha
Upaya adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu tujuan atau tekad[1].
b.                    Pengurus
Pengurus adalah sekelompok orang yang mengurus dan memimpin perkumpulan. Dalam arti pengurus disini adalah sekelompok santri yang bertugas dibagian pendidikan[2].
c.                    Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[3]
d.                  Membina
Membina adalah mengusahakan supaya lebih baik / maju / sempurna[4].
e.                    Membaca
Membaca adalah melihat serta memahami isi dari bacaan (dengan dilisankan atau dalam hati)[5]


f.                   Belajar
Belajar adalah usaha memfokuskan pikiran untuk mencapai pemahaman terhadap sesuatu yang sedang dipelajari[6].
2.      Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah:
a.         Bagaimanakah bentuk usaha pengurus Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 dalam pengenalan ilmu tajwid ?   
b.         Seperti apakah Tata cara pembelajaran ilmu tajwid yang diterapkan oleh Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 ?   
c.                  Bagaimanakah Kiat untuk meningkatkan pembelajaran ilmu tajwid di Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 ?
D.                Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a.       Untuk mengetahui gambaran yang jelas mengenai upaya yang dilakukan pengurus Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 dalam pengenalan ilmu tajwid.
b.         Untuk mengetahui penerapan mengenai tata cara pembelajaran ilmu tajwid yang ada di Madrasah Diniyah Al Hikmaah 02
c.         Untuk mengetahui sejauh mana pembinaan pengurus madrasah Diniyah Al Hikmaah 02 dalam meningkatkan pembelajaran ilmu tajwid.
E.                Metode Penelitian
Untuk mencapai maksud dalam risalah ini, penulis melakukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan masalah - masalah pembahasan, diantaranya adalah:
1.      Observasi
Metode observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena - fenimena yang diteliti[7].
Dengan metode ini, penulis berusaha untuk  mengumpulkan data yang berkenaan dengan judul penelitian dan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap para siswa Madrasah Diniyah, di dalam belajar ilmu tajwid untuk meningkatkan kiat membaca Al Qur’an yang dilakukan pengurus Madrasah Diniyah Al Hikmah 02.
2.             Interview
Interview juga dapat disebut wawancara atau kuisioner lisan. Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari yang diwawancarai[8]
3.             Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mengambil data yang diperoleh melalui dokumen - dokumen[9]. Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data tentang gambaran umum Madrasah Diniyah Al Hikmah 02.

4.             Angket
Metode Angket (koistioner) adalah merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan komunikasi dari sumber data, dalam bentuk pertanyaan secara tertulis, dan respondennya menjawab secara tertulis juga[10].
5.             Analisis Data
Metode ini digunakan untuk memberi interprestasi terhadap data yang telah diseleksi, baik data yang diperoleh melalui observasi, intertview, dokumentasi, maupun angket. Setelah datanya terkumpul, kemudian dikualifikasikan menjadi data yang kualitatif dan kuantitatif.
F.                 Sistematika Penyusunan
            Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami isi risalah ini, maka risalah ini disusun dalam urutan sistematika yang terdiri dari lima bab dan masing-masing bab memuat sub - sub bab yang saling berkaitan dengan perincian sebagai berikut:  
BAB I      : PENDAHULUAN.
Dalam bab ini meliputi pokok-pokok pikiran ke arah tujuan risalah, yaitu seperti latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penyusunan.
       BAB II      : TINJAUAN PUSTAKA TENTANG ILMU TAJWID DAN MADRASAH DINIYAH.
Dalam bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi definisi ilmu tajwid, tujuan belajar ilmu tajwid, hukum mempelajari dan mengamalkan ilmu tajwid, metode pembelajaran ilmu tajwid dan pengertian Madrasah Diniyah.
         BAB III    : GAMBARAN UMUM MADARASAH  DINIYAH               AL HIKMAH 02.
Dalam bab ini meliputi sejarah umum Madrasah Diniyah Al Hikmah 02, visi dan misi, dan sekolah-sekolah yang mengikuti kegiatan Madrasah Diniyah.
         BAB IV    : UPAYA PENGURUS MADRASAH DINIYAH DALAM PENGENALAN ILMU TAJWID DAN BACA TULIS AL QUR’AN.
Dalam bab ini berisi tentang usaha - usaha pengurus Madrasah Diniyah dalam meningkatkan kiat membaca Al Qur’an melalui pembelajaran ilmu tajwid, yang meliputi bentuk - bentuk upaya, kendala dan solusi, serta hasil yang dicapai.
    BAB V      :       PENUTUP.
Dalam bab ini berisi penutup, meliputi kesimpulan, saran - saran, dan kata penutup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG ILMU TAJWID DAN MADRASAH DINIYAH
A.                Definisi Ilmu Tajwid
Bacaan yang baik dan benar, akan berpengaruh pada pembaca maupun pendengarnya, dalam memahami makna - makna Al Qur’an dan membuka tabir mujizat yang ada didalamnya. Baik didalam kekhusyuan (ketaatan) ataupun kerendahan hatinya. Rasulullah Saw telah bersabda dalam perkara ini.
من احب ان يقرا القران غضا فليقرأه على قرأة ام عبد
Artinya :
“Barang siapa yang suka membaca Al Qur’an dengan baik, sebagaimana diturunkan, hendaknya ia baca seperti Ummu Abed (maksudnya ibnu mas’ud)”[11]
Yang dimaksud hadits ini ialah Ibnu mas’ud. Pujian yang diberikan Rasulullah Saw itu dikarenakan keindahaan suara dan kebenaran bacaannya yang mengikuti aturan tajwid.
Sementara itu para ulama telah menyatakan bahwa orang yang membaca Al Qur’an tanpa tajwid berarti telah melakukan lahn (kesalahan membaca). Lahn ialah kerusakan dalam pengucapan, baik yang jali maupun yang khafi. Kesalahan jali yaitu kesalahan yang dapat merusak makna dan merusak ketentuan tajwid atau qira’at yang sah. Disebut jali karena kesalahan itu diketahui oleh ahli qira’at maupun yang bukan ahlinya. Kesalahan khafi yaitu kesalahan yang merusak ketentuan tajwid atau qira’at, tetapi tidak sampai merubah makna. Disebut khafi karena hanya diketahui oleh ulama ahli qira’at saja[12].
Para ulama baik dulu maupun sekarang telah berusaha menyusun hukum bacaan Al Qur’an sehingga pengucapannya menjadi benar dan tepat. Hukum ini dikenal oleh mereka dengan ilmu tajwid. Begitu penting dan utamanya mempelajari ilmu tajwid sehingga sebagian mereka berusaha menyusunnya, baik dengan nadzom - nadzom maupun narasi. Mereka mendefinisikan tajwid sebagai penempatan huruf sesuai dengan aturan dan susunannya, pengeluaran huruf serta asalnya, penghalusan pengucapan dengan sempurna tanpa berlebih - lebihan, dibuat - buat, mengurangi atau memberatkan.
Kata tajwid ...تجويد  merupakan bentuk masdar, berasal dari fiil madli....جود-يجود-تجويدا
Pengertian ilmu tajwid secara bahasa (ethimologi) adalah ........التحسين  yang artinya membaguskan[13].
Sedangkan arti ilmu tajwid menurut istilah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berguna untuk mengetahui tentang bagaimana cara membaca Al Qur’an dengan baik dan benar, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabat - sahabatnya, baik berkaitan dengan makharij al huruf (tempat keluar masuknya huruf), ahkam al huruf (hubungan antar huruf), ahkam al maddi wa al qasr (masalah panjang dan pendek ucapan), ahkam al waqf wa al ibtida (masalah memulai dan menghentikan bacaan), dan al katt al utsmani (masalah bentuk tulisan mushaf utsmani).
Adapun pengertian ilmu tajwid menurut sayyid syaikh Muhammad al mahmud ialah ....
التجويد هو علم يعرف به اعطاء كل حرف حقه ومستحقه من الصفات والمدود وغير ذلك كالترفق والتفخيم ونحوهما.
Artinya  :
“Tajwid ialah ilmu yang dapat diketahui dengannyapemberian  haq dan mustahaqnya huruf baik dari segi sifat, mad, dan lainnya seperti tarqi, tafhim dan sesamamya ”.[14]
B.                 Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid
Sebagai disiplin ilmu, tajwid mempunyai tujuan tersendiri yang mengacu pada pengertian tajwid diatas, diantaranya sebagai berikut:
1.        Agar dapat melafalkan huruf - huruf hijaiyah dengan baik dan benar yang disesuaikan dengan makhraj dan sifatnya.
2.        Agar dapat memelihara kemurnian bacaan Al Qur’an dari kesalahan dan perubahan makna, sehingga bacaannya sama dengan bacaan yang pernah dibacakan oleh Rasulullah Saw. karena bacaan Al Qur’an bersifat “tauqifi” yakni mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah Saw.
3.        Menjaga lisan pembacanya agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan terjerumus kedalam perbuatan dosa.

C.                Hukum Mempelajari Dan Mengamalkan Ilmu Tajwid
Banyak para ulama mengatakan bahwa belajar ilmu tajwid hukumnya adalah wajib. Untuk mencapai bacaan yang baik dan tertib itu haruslah mempelajari ilmu tajwid terlebih dahulu. Adapun hukum mempelajari dan mengamalkan ilmu tajwid menurut sayid syekh Muhammad al mahmud ialah.:
التجويد لاخلاف في انه فرض كفايةوالعمل به فرض عين علي كل مسلم و مسلمة من المكلفين   
Artinya :
“Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardlu kifayah, namun praktek pengamalannya (membaca dengan tajwid) adalah fardlu ‘ain, bagi setiap muslim dan muslimat yang mukallaf”[15].
Dalil yang mewajibkan mempraktekan ilmu tajwid dalam setiap pembacaan Al Qur’an adalah:
1.                   Dalil dari Al Qur’an. Firman Allah Swt
ورتـل القـــرأن تـرتـيــلا
Artinya :
“dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan / tartil (bertajwid)” (QS. Almuzzammil 73:4)[16]
Ayat ini jelas menunjukan bahwa Allah Swt memerintahkan nabi Saw untuk membaca Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf - hurufnya (bertajwid)[17].
Tartil mempunyai dua ma’na, yaitu:
a.                  Ma’na Hissiyah, ialah dalam membaca Al Qur’an diharapkan tenang, pelan, tidak tergesah - gesah disuarakan dengan baik dan tatacara lainnya yang berhubungan dengan segi - segi indrawi (penglihatan).
b.                  Ma’na ma’nawi, yaitu dalam membaca Al Qur’an diharuskan dengan ketentuan tajwid, baik berkaitan dengan makhrajnya, sifat, mad, waqaf dan sebagainya.
Untuk ma’na tartil yang nomor dua, menurut imam Al Baidlawi seorang mufassir kenamaan ialah....
ورتل القرأن ترتيللا اى جوده تجويدا
Artinya “Tajwidkanlah olehmu akan Al Qur’an dengan tajwid yang sempurna”.
Dan makna kedua ini jugalah yang pernah dinyatakan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib, bahwa yang dimaksud tartil ialah ilmu tajwid yang berarti...
تحسين الحروف ومعرفة لوقوف
Artinya :
“membagusi atau memperindah bacaan huruf - hurufnya, serta mengetahui tempat pemberhentian kalimat”.

Sedangkan tartil menurut ahli tafsir ibnu katsir adalah membaca dengan perlahan - lahan dan hati-hati karena hal itu akan membantu pemahaman serta perenungan terhadap Al Qur’an.

2.                   Dalil dari As sunnah
رب قارىء للقران و القران يلعنه
Artinya :
  “banyak orang yang membaca Al Qur’an tetapi Al Qur’an itu sendiri mengutuknya”[18]
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ummu salammah r.a. istri Rasulullah Saw, ketika beliau ditanya tentang bagaimana bacaan dan shalat Rasulullah Saw, maka beliau menjawab....
فقالت ما لكم وصلاته كان يصلي ثم ينام قدر ما صلي ثم يصلي قدر ما نام ثم ينام قدر ما صلي حتي يصبح نعتت قرائته فاذا هي تنعت قرائة مفسرة حرفا حرفا
Artinya :
“ketahuilah bahwa baginda nabi Saw, shalat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau shalat tadi. Kemudian baginda Saw kembali shalat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau shalat tadi hingga menjelang subuh. Kemudian dia (ummu salammah)mencontohkan bacaan Rasulullah Saw dengan menunjukan satu bacaan yang menjelasakan (ucapan) huruf - hurufnya satu per satu”.[19]
Dari hadits yang diriwayatkan Abdullah ibnu Amr. Rasulullah Saw bersabda...
خذوا القران من اربعة من عبد الله بن مسعود وسا لم ومعا دبن جبا ل وابي بن كعب
Artinya :
“Ambilah bacaan Al Qur’an dari empat orang yaitu Abdullah ibnu Mas’ud, Salim, mu’az bin jabal dan ubai bin ka’ad”[20]
3.                  Dalil dari ijma Ulama.
Telah sepakat para ulama sepanjang zaman sejak dari zaman Rasulullah Saw sampai sekarang dalam menyatakan bahwa membaca Al Qur’an secara bertajwid adalah sesuatu yang fardlu dan wajib. Pengarang kitab Nihayah mengatakan:
Artinya :
 “Sesungguhnya telah ijma (sepakat) semua imam dari kalangan ulama yang dipercaya bahwa tajwid adalah suatu hal yang wajib sejak zaman nabi Saw sampai dengan sekarang dan tidak seorangpun yang mempertikaikan kewajiban”.
Ilmu tajwid bertujuan untuk memberikan tuntunan bagaimana cara pengucapan ayat yang tepat, sehingga lafad dan ma’nanya terjaga dan terpelihara. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa pengucapan hadits - hadits Rasulullah Saw pun harus dilakukan dengan aturan - aturan tajwid, karena merupakan penjelasan dan sumber hukum kedua setelah Al Qur’an.
Berkata imam Al Jazaar yang berupa syair:
والا خذ با لتجو يد حتم لا زم #  لانــه بـه الا لـه انـزالا
من لم يجود القـــران اثـم # وهكـذامنه الينـا وصــلا
Artinya :
“Mempelajari ilmu tajwid itu suatu kewajiban yang pasti, karena cara begitulah Allah menurunkannya. Siapa yang tidak mentajwidkan Al Qur’an berdosa dan keji. Begitu benarlah Tuhan kepada kami menyampaikannya”.


D.                Metode Pembelajaran Ilmu Tajwid
1.                   Pengertian Metode Mengajar
            Agar proses belajar mengajar dapat mencapai sasaran dan tujuannya, maka diperlukan adanya pemilihan terhadap metode yang akan diterapkan. Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan pendapat tentang beberapa metode mengajar:
a.                  Menurut Drs. Hm. Arifin, M. Ed. Metode adalah salah satu alat atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[21]
b.                  Dalam buku teaching engglis as a secund lengguage, Edward M. Antoni, mengatakan:
Metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan pengajuan materi pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan atas suatu aproch. Kalau aproch bersifat otomatis, metode bersifat proseduler. Jadi dalam suatu aproch terdapat beberapa metode.[22]

c.                  Menurut dokter Nana Sujana:
Metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa saat berlangsung pengajaran.[23]
Jadi metode merupakan salah satu segi - segi dasar penyusunan sistem pengajaran, bahkan berhasil atau tidaknya tujuan pengajaran tergantung pula pada metode yang dipakai.
Sedangkan yang dimaksud metode pengajaran ilmu tajwid adalah suatu cara yang sistematis dan pragmatis yang dipergunakan untuk menyampaikan materi pelajaran ilmu tajwid kepada peserta didik.
2.                   Metode pengajaran ilmu tajwid
Adapun beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengajarkan ilmu tajwid diantaranya:
a.                   Metode langsung
Yaitu guru langsung mengajarkan huruf - huruf atau lafad Al Qur’an. Adapun ciri - ciri metode ini diantaranya adalah:
1)                 Banyak latihan mendengarkan dan menirukan dengan tujuan agar dapat dicapai penguasaan membaca secara otomatis.
2)                 Aktifitas belajar banyak dilakukan didalam kelas.
3)                 Bacaan mula-mula diberikan secara lisan.[24]
b.                  Metode Drill
Metode drill atau biasa disebut dengan metode latihan siap atau metode pembiasaan, adalah suatu kegiatan dalam melakukan hal yang sama, secara berulang-ulang dan bersungguh - sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan supaya terjadi permanen.[25]
Metode drill dapat digunakan:
1)                 Tujuan pengajaran memerlukan ketangkasan atau keterampilan motorik atau gerak, seperti menulis, membaca, mengucapkan, mempergunakan suatu alat dan sebagainya.
2)                 Tujuan pengajaran, berbentuk kecakapan mental dalam menggunakan suatu rumus, harokat, hubungan antar huruf, panjang pendek bacaan, dan masalah memulai atau menghentikan bacaan dalam ilmu tajwid, misalnya: tasydid, maad, idghom, iklab, ikhfa dan sebagainya.[26]
Dengan metode ini, pengajaran ilmu tajwid diberikan degan jalan melatih untuk membaca Al Qur’an. Metode ini dilakukan sejak dulu, yaitu dimasa nabi masih hidup, juga dilakukan metode ini.[27]
Metode drill ini digunakan karena memiliki keistimewaan sebagai berikut:
1)                 Materi yang diberikan dalam suasana yang serius atau sungguh-sungguh, akan lebih kokoh tertanam dalam daya ingatan murid, karena seluruh pikiran, kesadaran, dan kemampuannya dikonsentrasikan pada pelajaran yang sedang diberikan.
2)                 Adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi langsung dari guru memungkinkan murid melakukan perbaikan kesalahan pada saat itu juga.
3)                 Suatu sukses akan memperkuat asosiasi, sedang suatu kegagalan akan melemahkan atau melepaskan asosiasi.
4)                 Pengetahuan siap atau keterampilan siap, yang terbentuk suatu waktu dapat digunakan dalam keperluan sehari-hari, baik untuk keperluan study maupun bagi bekal hidup kelak dimasyarakat.[28]
c.                  Reading method
Sesuai dengan namanya, metode ini diperuntukan bagi sekolah-sekolah yang bertujuan mengajarkan kemahiran membaca      Al Qur’an. Adapun penerapan reading method dengan cara sebagai berikut:
“Materi dibagi menjadi seksi - seksi pendek, setelah sampai pada tahap tertentu murid telah menguasai kosakata, diajarkan bacaan tambahan.[29] dengan harapan penguasaan murid terhadap kosakata menjadi lebih mantap. Jadi pada dasarnya reading method adalah suatu metode yang mengutamakan kemampuan membaca Al Qur’an dengan secepat - cepatnya.
d.         Ponetik method
Metode ini terkenal juga dengan reform method atau oral method dan erat hubungannya dengan direcy method atau metode langsung. Pelajaran mula - mula dimulai dengan latihan mendengarkan atau ear training, kemudian diikuti dengan latihan - latihan mengucapkan bunyi huruf hijaiyah terlebih dulu, setelah itu kata, ayat pendek, dan hingga ayat - ayat yang lebih panjang.[30]
e.          Metode pengajaran berprogram
Metode pengajaran berprogram adalah suatu cara penyajian materi yang sudah disiapkan atau diatur oleh guru, sehingga memungkinkan murid mempelajarinya menurut kemampuannya.
Beberapa keistimewaan mengikuti metode pengajaran berprogram:
1)                 Program pelajaran dipilih dan disusun dengan baik, disiapkan dengan teliti menuju tujuan pendidikan tertentu, sesuai dengan apa yang diinginkan dan ditetapkan.
2)                 Setiap murid mengikuti program belajar dengan kemampuannya, karena setiap murid menghadapi programnya masing - masing.
3)                 Kemajuan individual lebih terjamin karena setiap murid dapat menyelesaikan program belajar sesuai dengan kemampuan masing - masing. Dengan kata lain, kemajuan individual tidak terhambat oleh karena keterbelakangan murid yang lain.
4)                 Guru lebih dapat mencurahkan perhatian pada murid-murid yang menurut penilaiannya perlu dibantu, murid - murid yang cerdas atau tidak memerlukan bantuan, dapat diberikan kesempatan untuk maju atas dasar kekuatannya sendiri.
5)                 Anak didik tidak dipengaruhi oleh sikap guru, seperti kita ketahui bersama bahwa kemajuan belajar murid oleh rasa suka atau tidak suka terhadap guru yang memberikan pelajaran itu terhadapnya.
6)                 Program untuk satu tahun pelajaran sudah dapat ditetepkan dengan teliti dan mutu pengetahuan serta keterampilan yang harus dimiliki murid dapat disamakan selama programnya sama.[31]
f.              Metode Musyafahah
Metode musyafahah adalah proses belajar mengajar secara langsung berhadap - hadapan antara guru dengan murid dan murid melihat secara langsung contoh bacaan Al Qur’an dari seorang guru, dan sang guru melihat langsung bacaan Al Qur’an si murid, apakah sudah benar sesuai dengan tajwidnya atau belum.
g.             Metode Talaqqi
Metode talaqqi adalah metode secara langsung yang sumbernya dari seorang guru yang ahli dalam ilmu tajwid, yang mana guru tersebut juga bersumber dari guru - guru sebelumnya atau mempunyai sanad dari guru ahli qiro’ah.
Demikian kiranya beberapa metode yang dapat dipakai dalam pembelajaran ilmu tajwid. Namun perlu diingat tidak ada satu metode pun yang tepat untuk semua materi dan segala keadaan. Maka dari itu, hendaknya guru pandai - pandai mencari dan mengkombinasikan berbagai macam metode dengan pertimbangan - pertimbangan yang ada.
Adapun kitab yang banyak dijadikan acuan dalam pembelajaran ilmu tajwid yaitu seperti kitab Yanbu’a, Tuhfat al Athfal dan kitab Hidayat Almustafid fi Ahkam Tajwid.
1.             Yanbu’a
Kitab ini dikarang oleh H. Muhammad Ulinnuha Arwani pimpinan pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an dan diterbitkan oleh penerbit pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an, Kudus. Tanpa ada tahun terbitnya. Jenis kertas kitab ini dari bahan kertas tebal dan berwarna putih serta memakai aksara arab dan latin. Kitab ini mempunyai tebal 48 halaman.
Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an menyusun dan menerbitkan buku Thoriqooh baca tulis dan menghafal Al Qur’an yang sangat sederhana dan diberi nama Yanbu’a dengan harapan agar dapat bermanfaat bagi seluruh umat sehingga menjadikan para pembaca Al Qur’an bisa mendapat Syafaat dan terhindar dari kesalahan membaca yang dapat merubah ma’na sehingga menjadikan suatu perbuatan dosa.
Yanbu’a artinya sumber, mengambil dari kata Yanbu’ul Qur’an yang berarti sumber Al Qur’an. Yanbu’ul Qur’an adalah nama yang sangat digemari dan disenangi oleh seorang guru besar Al Qur’an Al muqri (KH Muhammad Arwani Amin) yang silsilah keturunannya sampai pada Pangeran Diponegoro.
Adapun bimbingan mempelajari dan mengajarkan Yanbu’a yaitu setelah anak sudah bisa membaca Al Qur’an dengan benar dan lancar, yang berarti sudah bisa mempraktekan tajwid dengan benar, baru diajarkan ilmu tajwid dengan cara sedikit demi sedikit (satu pokok bahasan sampai paham dan hafal). Setelah mengajarkan ilmu tajwid, diadakan mudarosah atau musyafahah Al Qur’an dan setiap anak harus membaca bacaan yang ada bacaan tajwidnya, anak ditanya ada bacaan apa dan apa sebabnya.
Pada waktu bagian akhir supaya digunakan untuk tanya jawab pelajaran ilmu tajwid (yang ada dikotak II). Bila waktunya cukup dimulai dari halaman awal sampai dengan pelajaran yang sudah diajarkan atau diacak supaya anak tidak lupa. Dan untuk latihan, guru bisa memberi ayat tertentu kemudian anak disuruh mencari hukum bacaan tajwid yang sudah diajarkan dan disuruh menulis atau menjawab nama bacaan dan sebab - sebabnya. Selanjutnya contoh - contoh bacaan dibuat menjadi banyak, namun guru boleh menentukan contoh yang harus dihafal anak[32].
2.        Kitab Hidayat Al mustafid fi Ahkam Tajwid
Kitab ini dikarang oleh Syaikh Muhammad Mahmud Masyhur dan diterbitkan oleh penerbit Toha Putra Semarang, tanpa ada tahun terbitnya. Jenis kertas kitab ini dari bahan kertas buram dan berwarna putih serta memakai aksara arab. Kitab ini mempunyai tebal 32 halaman.
Dalam mempelajari dan mengajari cara membaca Al Qur’an dengan baik dan benar banyak cara yang digunakan oleh seorang guru, antara lain seperti membimbing dan menunjukan bagaimana seharusnya membaca Al Qur’an, seperti menunjukan bacaan yang harus dibaca panjang dan mana yang tidak, serta seberapa lama panjangya. Bacaan yang boleh dibaca mendengung dan mana yang tidak dan lain sebagainya, tanpa menunjukan ilmunya. Sehingga tidak jarang kita temui pada murid yang pandai membaca Al Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid (ilmu tata cara membaca Al Qur’an), tapi tidak mengetahui ilmunya.
Namun ada juga yang dimulai dengan memperkenalkan dulu ilmunya, seperti jenis - jenis bacaan panjang (maad), jenis - jenis bacaan mendengung (ghunnah), jenis - jenis bacaan jelas (idhar), dan sebagainya, sambil dibimbing untuk menerapakannya dalam membaca Al Qur’an.
Dalam penyajiannya, kitab ini menggunakan pola dialog, tanya jawab, dalam setiap bagian pembahasannya dari awal hingga akhir kitab. Sehingga mengesankan lebih komunikatif dan tidak kaku, meskipun kemudian pembahasannya menjadi agak terbatas. Karena kitab ini diperuntukkan bagi mereka yang masih pemula dalam belajar membaca Al Qur’an. Bahasa yang digunakan pun relatif lebih mudah dipahami[33].
3.      Kitab Tuhfat al Atfal
Kitab ini dikarang oleh Syaikh Sulaiman bin Husain bin Muhammad Al-Jamzuriy dan diterbitkan oleh penerbit Sa’ad bin Nashir bin Nabhan, Surabaya, tanpa ada tahun terbitnya. Jenis kertas kitab ini dari bahan kertas buram dan berwarna putih serta memakai aksara arab. Kitab ini mempunyai tebal 34 halaman.
Tuhfat al Atfal, memang merupakan kitab dasar dalam kajian ilmu tajwid. Dan memang dimaksudkan sebagai materi dasar bagi para pemula yang mempelajari kajian ini. Karenanya, kitab ini cukup ringkas, kalau tidak yang paling ringkas dibandingkan dengan kitab - kitab lain dalam bidang kajian yang sama. Bahkan kitab ini ditulis dalam bentuk syair sebanyak 61 bait. Ini artinya, jika ditulis dalam lembaran berformat setengah kwarto (seukuran buku tulis) maka 61 bait ini hanya membutuhkan 4 halaman. Akan tetapi, meski cukup ringkas kitab ini tidak bisa dipandang enteng, karena sudah cukup memadai untuk para pemula yang belajar membaca Al Qur’an. Bahkan hampir semua pengajaran ilmu tajwid menggunakan kitab ini sebagai literatur utama bagi para pemula.
Dalam pembagian pembukaan ini disebut juga nama kitab yang dipilih oleh Mu’allifnya. Tuhfat al Athfal yang menunjukan bahwa kitab ini memang diperuntukan bagi anak - anak (Al Atfal) pemula. Juga disinggung tentang sumber asal keilmuan yang digunakan Mu’allif untuk menyusun kitab ini, yakni dari gurunya yang bernama Sayyid Nur al Din Ali bin Ahmad bin Umar bin Naji Al Maihiy.
Sebagaimana kitab - kitab yang ditulis dalam bentuk Syair, bagian penutup kitab ini tidak ditulis dalam bab atau bagian tersendiri. Bagian penutupnya cukup disertakan dalam bagian terakhir dari topik yang dibicarakan. Dimana dalam bagian penutup ini, disebutkan pula penulisan Syair ini, yang diselesaikan pada tahun 1198 H[34].
E.                 Pengertian Madrasah Diniyah
Secara ethimologi madrasah berarti sumber ilmu dan pusat belajar atau pula disebut mazhab.diawal zaman pertengahaan islam sangat terkenal, misalnya madrasah Kuffah, madrasah Hijaz, serta madrasah Baghdad yang semuanya merujuk pada konteks mazhab pemikiran yang umum dianut ulama dimasing-masing wilayah tersebut[35].
Kata madrasah baru mengalami pergeseran makna sebagai tempat belajar setelah negara / khalifah terlibat secara otoritatif mengurusi masalah pendidikan.

Sementara kata diniyah adalah bentuk nisbat dari kata Al din yang berarti agama atau keagamaan. Penggunaan kata diniyah ini lebih banyak merujuk pada terminologi imam Gozali yang berarti pengetahuan dasar agama, dari pada ma’na harfiyah dari kata Al din itu sendiri.
Dengan merujuk kepada asal - usul kata madrasah diniyah tersebut maka secara terminologi madrasah diniyah dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama islam kepada pelajar - pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama islam disekolahannya[36].
Keberadaan lembaga ini sangat menjamur dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan anak - anak pra dewasa. Dan pada saat sekarang ini madrasah diniyah sudah memiliki legalitas melalui perundang - undanganannya. Kelegalitaan ini menuntut madrasah diniyah untuk memiliki kurikulum yang mendukung, keadministrasian yang mapan serta managemen yang professional.
Untuk memastikan kapan madrasah diniyah didirikan dan madrasah mana yang pertama kali berdiri di Indonesia sangatlah sulit, namun departemen agama (dahulu kementrian agama) mengakui bahwa setelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah diniyalah yang berkembang menjadi madrasah-madrasah formal. Dengan perubahaan tersebut, berubah pula status perkembangannya dari jalur luar sekolah yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi sekolah dibawah pembinaan departemen agama[37].
Madrasah diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madrasah diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama islam[38].
Secara umum setidaknya sudah ada beberapa karakteristik pendidikan diniyah dibumi nusantara ini. Pertama pendidikan diniyah Takmiliya (suplement) yang berada ditengah masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh pondok pesantren. Pendidikan diniyah jenis ini betul - betul merupakan kreasi dan swadaya masyarakat, yang diperuntukan bagi anak - anak yang menginginkan pengetahuan agama diluar jalur sekolah formal. Kedua, pendidikan diniyah yang berada dalam lingkaran pondok pesantren dan bakal menjadi urat nadi kegiatan pondok pesantren. Ketiga, pendidikan keagamaan yang diselenggarakan sebagai pelengkap (komplement) pada pendidikan formal dipagi hari. Keempat, pendidikan diniyah yang diselenggarakan diluar pondok pesantren, tapi diselenggarakan secara formal dipagi hari, sebagai mana layaknya sekolah formal.
Dengan meninjau secara pertumbuhan dan banyaknya aktifitas, diselenggarakan sub sistem madrasah diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakulikuler madrasah diniyah adalah sebagai berikut:
1.                  Madrasah diniyah merupakan perlengkapan dari pendidikan formal.
2.                  Madrasah diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang tepat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3.                  Madrash diniyah tidak dibagi atas jenjang / kelas - kelas yang secara ketat.
4.                   Madrasah diniyah dalam materinya bersifat praktis dan kusus.
5.                  Madrasah diniyah waktunya relatif singkat dan warga didiknya tidak harus sama.
6.                  Madrasah diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacam - macam.
Madrash diniyah mempunyai tiga tingkatan, yakni: Diniyah Awaliyah, diniyah Wustha, dan diniyah Ulya.Madrasah diniyah awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan) dan madrasah wustha dan ulya berlangsung 2 tahun (2 tingkatan). Imput siswa madrasah diniyah yang diasumsikan adalah siswa yang berasal dari Sekolah Dasar, SMP atau SMA. Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, madrasah diniyah bertujuan[39]:
1.                  Melayani warga belajar, dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupan.
2.                  Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan jenjang yang lebih tinggi.
3.                  Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Untuk menumbuh kembangkan  ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernafaskan islam, maka tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan memberikan bekal kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, muslim, anggota masyarakat dan warga negara.
Dalam program pengajaran ada beberapa bidang study yang diajarkan seperti Al Qur’an, Hadits, Aqidah ahlaq, Fiqih, Sejarah kebudayaan Islam, Bahasa Arab dan Praktek Ibadah.











BAB III
GAMBARAN UMUM MADRASAH DINIYAH AL HIKMAH 02

A.                Sejarah Umum Madrasah Diniyah Al Hikmah 02
Madrasah diniyah Al Hikmah 02 merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang berada di bawah naungan pondok pesantren Al Hikmah 02. Lembaga ini disediakan untuk lebih mendalami ilmu agama yang diprioritaskan bagi santri yang mengambil pendidikan disekolah umum, seperti SMP, SMA dan SMK.
Pada umumnya, sekitar tahun 1993 latar belakang lembaga ini berbentuk pengajian klasikal biasa yang ditangani oleh pengurus pondok dengan menunjuk salah satu ustadz dalam memberikan pelajarannya, pelajaran yang disampaikan belum disesuaikan dengan model kurikulum, dan pelaksanaan kegiatannya belum terorganisasi.
Pada tahun berikutnya, barulah kegiatan pengajian ini dikemas dalam bentuk madrasah diniyah. Dengan kepala Madrasah Ust. Nur Rahman S. Ag. Mulailah dibentuk struktur organisasi dan kurikulum, sekalipun dalam bentuk yang sederhana, sebab jumlah muridnya tidak sebanyak jumlah murid sekarang. Karena menangani santri putra dan putri, maka organisasi dan pelaksanaannya dibagi dua, sehingga untuk santri putra mempunyai struktur organisasi sendiri sebagaimana juga untuk santri putri, meskipun dipimpin oleh kepala madrasah yang sama. Pada tahun berikutnya, madrasah diniyah putra diserahkan kepada H. Solahuddin (Putra sulung pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah 02) sebagai kepala madrasahnya, sementara madrasah diniyah putri masih tetap dipegang oleh Ust. Nur Rahman.
Setelah berjalan beberapa tahun, muncullah ide untuk menggabungkan madrasah diniyah putra dengan kepengurusan madrasah diniyah putri, sehingga menjadi lembaga pendidikan sendiri bernama madrasah diniyah Al Hikmah 02 yang dipimpin oleh H. Solahuddin, hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengaturan dan pengontrolan 2murid.
Bersamaan dengan terjunnya H. Itmamuddin (Gus Itmam, putra kedelapan Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah 02 di pesantren), kepemimpinan madrasah diniyah Al Hikmah 02 diserahkan kepada beliau kurang lebih lima tahun beliau memimpin lembaga ini, akhirnya beliau harus meneruskan pendidikannya di Madinah Al Munawarah, dan jabatan di madrasah  diniyah, diserahkan kepada kakaknya, yaitu H. Rofi’uddin Lc., namun beliau hanya dapat memimpin lembaga ini dalam beberapa bulan saja, karena pada hari kamis tanggal 11 november 2004 M. (29 Ramadlan 1425 H)  ± pukul 15.45, sebuah kecelakaan membawa beliau menghadap Kerahmattullah, dan pada saat sekarang ini, madrasah diniyah Al Hikmah 02 dipimpin kembali oleh H. Itmamuddin.
Sejak terbentuknya madrasah diniyah Al Hikmah 02 menjadi lembaga pendidikan tersendiri, struktur pengurusannya selalu mengalami perubahan pada tiap tahunnya, hal ini disebabkan karena beberapa personil kepengurusannya harus meneruskan pendidikan diluar daerah atau dengan tujuan regenerasi.
Adapun proses kegiatan belajar mengajar di madrasah diniyah Al Hikmah 02, selalu menyesuaikan dengan kegiatan yang diadakan oleh pondok pesantren Al Hikmah 02, sehingga pelaksanaan KBM di madrasah diniyah Al Hikmah 02 mengalami beberapa kali perubahan. Saat ini pelaksanaan KBM tersebut secara bersamaan dilaksanakan mulai pukul 18.45 sampai pukul 20.00 WIB. Setiap hari selain hari selasa dan jum’at karena pada hari tersebut kegiatan semua santri ditangani oleh pihak pengurus pondok. 
B.                 Visi Dan Misi Madrasah Diniyah
1.         Visi:
Mendidik siswa yang bertafaquh fi ddin, berakhlakul karimah dan mandiri dalam berdakwah.
2.         Misi:
1.      Mengajarkan Islam berdasarkan paham Ahlus sunnah wal jama’ah.
2.      Menjadikan madrasah diniyah sebagai pusat kajian ilmu agama Islam.
3.      Membentuk  peserta didik yang memiliki ketaqwaan terhadap Allah Swt.
4.      Membentuk peserta didik yang memiliki ketaqwaan terhadap Allah Swt.
5.      Membentuk peserta didik yang memiliki pengetahuan umum dan keagamaan.
C.                 Sekolah - Sekolah Yang Mengikuti Kegiatan Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 disediakan untuk beberapa lembaga sekolah formal, diantaranya adalah :
1.             Sekolah Menengah Pertama (Smp)
SMP Al Hikmah 02 merupakan sekolah yang berada dibawah naungan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al Hikmah 02 (Pondok Pesantern terbesar di Jawa Tengah) SMP Al Hikmah 02 dengan status terakreditasi A (sejak tahun 2005) ditetapkan departemen pendidikan nasional menjadi rintisan sekolah standar nasional (tahun 2009) dan oleh departemen Agama dicanangkan sebagia sekolah berbasis pesantren (SBP) dengan tujuan memadukan sistem sekolah dan sistem pesantren yang masing-masing memiliki keunggulan.
Kurikulum sekolah menengah pertama (SMP) Al Hikmah 02, merupakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) Gabungan kurikulum departemen pendidikan nasional (Standar isi) dengan kurikulum pesantren dan muatan Life Skill. Materi yang diajarkan dari kurikulum pesantren diantaranya seperti Fiqih, Akidah/Tauhid, Akhlak, dan Al Qur’an. Sebagai tambahan pengetahuan siswa dibidang keagamaan dilaksanakan Kegiatan madrasah diniyah dengan materi yang diajarkan meliputi ilmu alat (Nahwu Sorof), Hadist, Tauhid, Tajwid, Fiqih, dan Bahasa Arab. Muatan Life Skill siswa dibekali keterampilan Komputer, Bahasa Inggris, dan Matematika dasar.
2.         Sekolah Menengah Atas (SMA)
SMA Al Hikmah 02 merupakan sekolah yang berada dibawah naungan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al Hikmah 02. SMA Al Hikmah 02 dengan status terakreditasi A yang ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional menjadi rintisan sekolah kategori mandiri (RSAM/RRSN). SMA Al Hikmah mengundang putra - putri lulusan SMP/MTS untuk bergabung dalam pendidikan yang memberikan wawasan keterampilan / kompetensi yang memupuni dan nuansa agamis, untuk bekal hidup ditengah masyarakat. Melalui pendidikan berbasis kompetensi, siswa - siswi dipersiapkan untuk menghadapi situasi dunia kerja yang sesungguhnya. Disamping itu siswa - siswi juga belajar untuk menumbuhkan jiwa dan semangat berwirausaha dan melakukan inovasi dalam dunia kerja. Selain memupuni dalam bidang umum, siswa SMA Al Hikmah 02 juga disiapkan mampu dalam bidang agama, upaya yang ditempuh ialah dengan Madrasah Diniyah (madin) yang dengan pola drill dan pelatihan, siswa dikondisikan untuk mampu memahami dan mengamalkan ajaran agama islam.
3.             Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
SMK Wicaksana Al Hikmah 02 berdiri di bawah naungan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al Hikmah 02 yang sudah lama mengabdikan diri untuk memajukan pendidikan dan ilmu agama dibawah naungan KH. Masruri Abdul Mughni (Ketua Rois Syuri’ah PWNU Jateng). Adapun visi dan misi SMK Wicaksana yaitu :
1.             Visi
Menciptakan tenaga kerja yang terampil, kompetitif dan mandiri di bidang Farmasi dan Keperawatan.
2.             Misi
Mendidik dan melatih dengan prinsip Manajemen Kesehatan sehingga menjadi tenaga medis yaitu, asisten apoteker dan asisten perawat tingkat menengah yang handal. Membimbing dan mengarahkan lulusan untuk dapat bekerja secara mandiri, dengan meningkatkan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi standar nasional. Dan untuk siswa SMK Wicaksana Al Hikmah 02 dalam memupuni bidang agama, maka upaya yang ditempuh oleh Pondok Pesanten Al Hikmah 02 yaitu dengan diwajibkannya mengikuti Madrasah Diniyah seperti halnya sekolah SMP dan SMA.










BAB  IV
UPAYA PENGURUS MADRASAH DINIYAH DALAM PENGENALAN ILMU TAJWID DAN BACA TULIS AL QUR’AN

A.                Bentuk – Bentuk Upaya
1.             Penyempurnaan Struktur Kepengurusan
Salah satu penunjang keberhasilan suatu lembaga pendidikan adalah kecakapan dan keaktifan personal kepengurusannya, oleh karenanya untuk lebih mengoptimalkan jalannya kegiatan belajar mengajar madrasah diniyah Al Hikmah 02, struktur kepengurusan lembaga ini diadakan perubahan baik dengan pergantian ataupun pergeseran jabatan, yang akhirnya struktur  kepengurusan madrasah diniyah Al Hikmah 02 menjadi seperti yang telah disebutkan diatas.
Hal tersebut juga bertujuan untuk memnfaatkan sumber daya santri yang ada di pondok pesantren Al Hikmah 02, karena sebagian santrinya dinilai mampu untuk memegang beberapa jabatan yang ada sekalipun dalam tahap percobaan. Disamping itu, perubahan tersebut juga dalam rangka pembekalan kepada sebagian santri senior yang akan segera terjun di daerah masing - masing.
2.             Mengadakan Pembaharuan Dewan Asatidz
Pada hakikatnya, dewan Asatidz yang telah ada dinilai sudah sangat memupuni untuk melaksanakan pengajian di madrasah ini, hanya saja terkadang, masing-masing Asatidz terbentur oleh kesibukan lain, sehingga kekosongan pengajar sering terjadi. Hal itu sangat berdampak pada kelancaran kegiatan belajar mengajar, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi penerimaan kualitas murid dalam menerima pelajaran.
Oleh sebab itu, pihak pengurus madrasah diniyah Al Hikmah 02 mengadakan pergantian sebagian Asatidz yang berhalangan untuk bisa aktif dalam pengajaran. Sehingga dewan Asatidz yang ada adalah seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.
3.             Penyempurnaan Kurikulum dan Menambah Jam Pelajaran Al Qur’an.
Kurikulum yang dipakai dalam lembaga ini tidak menggunakan kurikulum yang telah tersusun oleh pemerintah, karena murid yang mengikuti kegiatan madrasah diniyah ini juga berbeda dengan standar umum yang telah ditentukan pemerintah, baik dari segi fisik ataupun basic pendidikan dan kegiatan hariannya, sehingga kurikulum yang telah ditentukan pemerintah dinilai tidak cocok bila diterapkan di madrasah diniyah Al Hikmah 02.
Untuk meningkatkan kualitas pengajaran ilmu tajwid, materi yang disampaikan dirancang secara khusus sesuai tingkatan kelas. Untuk kelas satu, yang terdiri dari siswa kelas satu SMP, SMA dan SMK, ditargetkan bisa membaca Al Qur’an dengan benar. Dan untuk kelas dua ditargetkan bisa membaca Al Qur’an dengan benar dan mengetahui kaidah Tajwidnya. Sedangkan untuk kelas tiga ditargetkan dapat lancar dan fasih membaca Al Qur’an dengan diberi pendalaman materi Tajwid.
Dan untuk mencapai target tersebut, maka alokasi waktu pelajaran Al Qur’an dan tajwid ditambah seperti yang tercantum dibawah ini:...
4.             Meningkatkan Keaktifan Dewan Asatidz
Meningkatkan keaktifan dewan Asatidz merupakan faktor utama keberhasilan suatu lembaga pendidikan, karena hal itu akan berpengaruh pada kelancaran KBM untuk mencapai hasil yang ditargetkan. Maka dari itu, madrasah diniyah Al Hikmah 02 senantiasa mengadakan rapat evaluasi yang di dalamnya membahas keaktifan Asatidz. Dengan rapat tersebut Asatidz yang tidak aktif akan diminta keterangannya dan diminta aktif kembali selagi masih siap menjadi dewan pengajar madrasah diniyah Al Hikmah 02.
Selain jurnal tatap muka yang telah dsediakan, pihak pengurus madrasah juga selalu mengontrol kehadiran Asatidz dengan absen yang sudah disiapkan, itu semua dengan harapan akan menjadi faktor keaktifan semua Asatidz.
5.                  Meningkatkan Keaktifan Murid
Faktor keberhasilan pendidikan kedua setelah keaktifan dewan Asatidz adalah keaktifan peserta didik itu sendiri. Dalam hal ini madrasah diniyah Al Hikmah 02 selalu mengontrol absen kelas dan memberikan sanksi bagi murid yang tidak hadir. Pengontrolan tersebut menggunakan dua bentuk absen, yaitu absen harian dan absen induk, yang dipegang langsung oleh BP madrasah.
6.                  Mengadakan Evaluasi Khusus Baca Al Qur’an
Untuk mengetahui sejauh mana penerimaan murid terhadap materi yang disampaikan, madrasah diniyah Al Hikmah 02 mengadakan evaluasi yang bersifat harian, mingguan maupun bulanan. Khusus pelajaran Al Qur’an, tiap harinya diadakan tes lisan, dan pada ulangan semester diadakan tes praktek baca Al Qur’an yang dibarengi dengan pertanyaan ilmu tajwidnya.
B.                Kendala Dan Solusi
Usaha yang diupayakan oleh madrasah diniyah Al Hikmah 02 untuk membina peserta didiknya dalam membaca Al Qur’an tidak semulus yang diharapkan. Bermacam - macam kendala sering dialami pada setiap tahapan usahanya. Namun hal tersebut tidak menjadikan keputus asaan pengurus madarsah dalam memberikan bekal ilmu agama terutama Al Qur’an, setiap kendala yang dihadapi segera dicari jalan keluarnya dengan jalan rapat intern pengurus madrasah maupun rapat umum dengan dewan Asatidz.
Berikut ini beberapa kendala yang dialami madrasah diniyah Al Hikmah 02 beserta solusinya:
1.         Kurang aktifnya sebagian pengurus madrasah dalam menjalankan tugasnya, hal ini dikarenakan sebagian pengurusnya terkadang mempunyai tugas lain pada waktu yang bersamaan. Untuk hal ini sesama pengurus membagi tugas sementara, untuk menggantikan tugas pengurus yang berhalangan hadir, sekalipun kepala madrasah atau pengurus lain tetap memberikan teguran pada personil pengurus yang bersangkutan.
2.         Kurangnya tenaga pengajar yang menguasai materi Al Qur’an dan tajwid sesuai kurikulum yang telah ditentukan, karena sistem pemberian pelajaran menggunakan guru kelas, dalam artian masing - masing guru memegang semua bidang pelajaran yang telah ditentukan pada masing - masing kelas. Sebagai solusinya, pihak pengurus madrasah menambah dewan Asatidz yang memupuni untuk menyampaikan materi pelajaran Al Qur’an dan Tajwid sesuai kurikulum yang ada. Dan akhirnya sebagian Asatidz yang merasa kurang menguasai bidang tersebut diserahkan pada Ustadz lain yang lebih memupuni dalam bidang pelajaran tersebut.
3.         Sebagian Asatidz masih kurang aktif dalam melaksanakan tugas dan kurang efektif dalam memanfaatkan waktu kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat mempengaruhi pada keaktifan peserta didik. Untuk menanggulangi hal itu, Pengurus madrasah lebih sering mengadakan rapat evaluasi Asatidz disamping peneguran oleh kepala madrasah dan sesama Asatidz.
4.         Sebagian Murid kurang memahami pentingnya pelajaran - pelajaran yang ada di madrasah diniyah Al Hikmah 02 khususnya pelajaran Al Qur’an dan Tajwid. Sehingga menjadikan mereka kurang konsentrasi dalam menerima pelajaran, malas menanggulangi pelajaran sendiri, bahkan malas berangkat ke madrasah. Dua hal inilah yang sangat disayangkan pengurus madrasah. Untuk itu pengurus mengambil solusi agar dewan Asatidz sering memberikan pengertian tentang pentingnya pelajaran yang ada disertai motifasi yang mendorong kesemangatan peserta didiknya.
5.         Kendala fisik berupa penerangan ruang KBM yang sering kali terjadi mati lampu pada sebagian ruangan. Hal ini diatasi dengan pengontrolan lampu tiap ruang sebelum pelaksanaan KBM.
6.         Kendala alami berupa hujan, karena jarak asrama dan tempat KBM belum memungkinkan dibuat jalur yang beratap. Kendala ini diatasi dengan menggabungkan semua tempat KBM di Masjid, sekalipun tidak terlaksana dengan tertib.
C.        Hasil Yang Dicapai
Untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh madrasah diniyah Al Hikmah 02 dalam membina pembelajaran ilmu tajwid terhadap peserta didiknya, penulis mengambil hasil nilai pelajaran Al Qur’an dan tajwid pada ujian akhir yang dilaksanakan pada tanggal 6 April 2010 sampai tanggal 13 April 2010 dengan alasan karena ujian akhir ini menentukan keberhasilan peserta didik dalam menerima pelajaran selama menjadi murid madrasah diniyah Al Hikmah 02.
Dalam pengambilan nilai tersebut, penulis mengambil sample berjumlah 32 murid dengan sistem random sesuai metode penelitian yang telah disampaikan. Daftar nilai tersebut adalah sebagai berikut:

DAFTAR NILAI PELAJARAN AL QUR’AN DAN TAJWID MURIDKELAS III MADRASAH DINIYAH AL HIKMAH 02
TAHUN 2010 – 2011
NO
Nama
Pelajaran
Jumlah
Rata-rata
Al Qur,an
Tajwid
1
Abdurrahman
7
8
15
7,5
2
M. Adib budiman
8
8
16
8
3
Agus salim
7
8
15
7,5
4
Ma,mun
6
8
14
7
5
Abdul Kholik
7
8
15
7,5
6
Syamsuddin
7
7
14
7
7
M. yunus
6
7
13
6,5
8
Hilmi Hamidi
7
8
15
7,5
9
Amir fatah
7
7
14
7
10
Adib setiawan
6
7
13
6,5
11
M. fahrozin
7
7
14
7
12
Handika Mauludin
7
8
15
7,5
13
Syamsul fauzi
7
8
15
7,5
14
Azhar
8
8
16
8
15
Adib
7
8
15
7,5
16
Barok
7
8
15
7,5
17
Akhsan
7
8
15
7,5
18
Alwi Abdul aziz
7
8
15
7,5
19
Mutawakkil
8
8
16
8
20
Rizam al majid
6
7
13
6,5
21
Nur salim
7
7
14
7
22
Noufal zaki ramadani
6
7
13
6,5
23
Imam baehaki
7
8
15
7,5
24
Rahman nur hakim
8
8
16
8
25
Zaenus solikhin
7
8
15
7,5
26
Almi hanif
7
8
15
7,5
27
Ma,mun farid
7
8
15
7,5
28
Nur kholis
7
8
15
7,5
29
Rizki alan
6
8
14
7
30
Alyan akbar
7
8
15
7,5
31
Fakih
7
7
14
7
32
Saeful rohim
7
7
14
7
Jumlah
468
234
Rata-rata
14,6
7,3
Dari tabel di atas, dapat di ketahui bahwa predikat  kelulusan 32 murid yang di jadikan sampel dalam risalah ini, sesui dengan ketentuan yang telah di sebutkan pada sub bab metode  penelitian adlah sebagai berikut:
PREDIKAT KELULUSAN PELAJARAN AL QUR’AN DAN TAJWID
MURID KELAS III MADRASAH DINIYYAH AL HIKMAH 02
NO
Predikat
Jumlah
1
Lulus baik sekali
0 murid
2
Lulus baik
4 murid
3
Lulus positif
28 murid
4
lulus percobaan
0 murid
5
tidak lulus
o murid
Jumlah
32
Bila di persentasikan , maka akan menjadi seperti pada tabel berikut:
PROSENTASI KELULUSAN PELAJARAN AL QUR’AN DAN TAJWID
MURID KELAS III MADRASAH DINIYYAH AL HIKMAH 02
NO
Predikat
Prosentasi
1
Lulus baik sekali

2
Lulus baik

3
Lulus positif

4
lulus percobaan

5
tidak lulus

Jumlah

Dengan demikian maka :
Murid yang lulus            :100%
Murid yang tidak lulus    :0%
Dari hasil prosentasi kelulusan di atas, maka sesuai  dengan ketentuan prosentasi pada sub  bab metode penelitian, usaha  yang di lakukan madrasah diniyyah al hikmah 02 benda sirampog brebes jawa tengah dalam membina ilmu tajwid dan baca tulis al qur’an di nilai sangat berhasil.















[1] Poerwo Darminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996) hal 997
[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ), hal.10
[1] Amirul Hadi, Metedologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Pustaka setia,     1998) hal 110)
[1] Suharsini arikunto, prosedur penelitian suatu pendekata praktek, ( yogyakarta : rineka cita, 1993 ), hal. 126
[1] Amirul hadi, op. Cit, hal. 155
[1] Suryo subroto, B. Drs, dasar-dasar psikologi pendidikan di sekolah, ( jakata : prima karya, 1975 ), hal. 155
[1] Imam ibnu majah, sunan ibnu majah, ( kairo : daar  al hadits ) hal. 
[1] Arwani Ulinuha, Thoriqoh baca tulis dan Menghafal Al Qur’an, (Kudus : Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an, 2004) hal 2
[1] Aw Munawir, Kamus Al Munawwir, (Surabaya : Pustaka Progresif) hal 23
[1] sayyid syaikh Muhammad al mahmud, hidayatul mustafid, ( semarang : karya toha putra ), hal 4
[1] Departemen agama RI, Al qur'an dan terjemahnya, ( semarang : toha putra, 2009 ) hal. 174
[1] Jalaludin Assuyuthi Imam, Tafsir  Jalalain, (Semarang : Toha Putra) hal 230
[1] http: // www.scribd.com/doc/51141035/tajwid
[1] Imam at thirmidzi, sunan At Thirmidzi, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ) hadits 2847
[1] Imam Al bukhori, Shohih bukhori, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ), hadits 4615
[1] Arifin, kapita selekta pendidikan, ( semarang : toha putra, ttt ) jilid 4, hal. 538
[1] Mulyono sumardi, Dr. Pengajaran bahasa asing, ( jakarta : bulan bintang, 1979 ), hal. 90
[1] Nana sujana, Dr. Dasar-dasar metodologi proses belajar mengajar, ( jakarta : sinar baru, 1988 ), hal. 33
[1] Mahfud sahaluddin, metodologi pendidikan agama, ( surabaya : bina ilmu, 1978 ), hal 94
[1] Depag RI, metodik Al qur'an hadits, ( jakarta : dirjen bibaga islam, 1983 ), hal. 49
[1]Masyhur Mahmud, Hidayat Al Mustafid fi Ahkam Tajwid, (Semaramg : Toha Putra) hal 13
[1] Ibnu Husain Sulaiman, Tuhfat al Athfal, (Surabaya : Sa’ad bin Nashir bin Nabhan) hal 30
[1] El Saha Ishom, MA. Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia, (Jakarta : Trans, 2008) hal 22
[1]Mahfudz Shalahuddin, Metodologi Pendidikan Agama, (Surabaya : Bina Ilmu, 1978) hal 31


[1] Poerwo Darminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996) hal 997
[2] Ibid hal 204
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ), hal.10
[4] Ibid hal 117
5 Ibid hal 71

[6] Ibid hal 10

[7] Amirul Hadi, Metedologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Pustaka setia,     1998) hal 110)

[8] Suharsini arikunto, prosedur penelitian suatu pendekata praktek, ( yogyakarta : rineka cita, 1993 ), hal. 126
[9] Amirul hadi, op. Cit, hal. 155

[10] Suryo subroto, B. Drs, Dasar-Dasar Psikologi Pendidikan Di Sekolah, ( Jakata : Prima Karya, 1975 ), hal. 155

[11] Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, ( Kairo : Daar  Al Hadits ) hal. 
[12] Arwani Ulinuha, Thoriqoh baca tulis dan Menghafal Al Qur’an, (Kudus : Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an, 2004) hal 2

[13] Aw Munawir, Kamus Al Munawwir, (Surabaya : Pustaka Progresif) hal 23

[14] Sayyid Syaikh Muhammad Al Mahmud, Hidayatul Mustafid, ( Semarang : Karya Toha Putra ), hal 4
[15] Ibid, hal. 5
[16] Departemen agama RI, Al Qur'an Dan Terjemahnya, ( Semarang : Toha Putra, 2009 ) hal. 174
[17] Jalaludin Assuyuthi Imam, Tafsir  Jalalain, (Semarang : Toha Putra) hal 230

[18] http: // www.scribd.com/doc/51141035/tajwid
[19] Imam At Thirmidzi, Sunan At Thirmidzi, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ) hadits 2847
[20] Imam Al Bukhori, Shohih Bukhori, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ), hadits 4615
[21] Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, ( Semarang : Toha Putra, ttt ) jilid 4, hal. 538
[22] Mulyono sumardi, Dr. Pengajaran Bahasa Asing, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1979 ), hal. 90
[23] Nana sujana, Dr,. Dasar-dasar metodologi proses belajar mengajar, ( jakarta : sinar baru, 1988 ), hal. 33
[24] Op Cit, hal. 33
[25] Mahfud Sahaluddin, Metodologi Pendidikan Agama, ( Surabaya : Bina Ilmu, 1978 ), hal 94
[26] Depag RI, Metodik Al Qur'an Hadits, ( Jakarta : Dirjen Bibaga Islam, 1983 ), hal. 49
[27] Op. Cit, hal. 103-104
[28] Op. Cit, hal. 100
[29] Op. Cit, hal.35
[30] Op. Cit, hal. 101
[31] Ibid, hal. 100
[32] Op Cit, hal 5

[33]Masyhur Mahmud, Hidayat Al Mustafid fi Ahkam Tajwid, (Semaramg : Toha Putra) hal 13

[34] Ibnu Husain Sulaiman, Tuhfat al Athfal, (Surabaya : Sa’ad bin Nashir bin Nabhan) hal 30
[34] El Saha Ishom, MA. Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia, (Jakarta : Trans, 2008) hal 22


[36] Ibid hal 22
[37] Ibid hal 22
[38]Mahfudz Shalahuddin, Metodologi Pendidikan Agama, (Surabaya : Bina Ilmu, 1978) hal 31

[39]Op Cit, hal  32