BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al Qur’an
adalah kitab suci yang diturunkan Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw sebagai
salah satu rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta.
Al Qur’an
memberikan pedoman dan bimbingan dalam mencapai rahmat Allah dan ridloNya.
Didalamnya terkumpul wahyu Illahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran
bagi orang yang mengimaninya,
mengamalkannya, mempelajarinya dan membacanya.
Membaca Al Qur’an merupakan suatu ibadah dan
jembatan menuju pemahaman dan pengamalan. Kemampuan membaca aksara arab semata,
belum cukup bagi seseorang untuk bisa membaca Al Qur’an dengan baik sebagaimana
sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, dibutuhkan suatu ilmu yang
menuntunnya, yaitu ilmu tajwid.
Ilmu tajwid sangat penting dalam literatur Al Qur’an. Ilmu tajwid
menuntun kaum muslim untuk mengetahui tentang tata cara melafalkan ayat-ayat
Allah dengan baik dan benar, Serta agar maknanya tetap terjaga. Sehingga
diharapkan dengan belajar ilmu tajwid, tidak sekedar tahu tentang kaidah tatacara
membaca Al Qur’an, namun juga dapat memahami isi kandungan Al Qur’an tersebut,
sampai akhirnya dapat mengaplikasikan isi dari pada kandungan Al Qur’an dalam
kehidupan sehari - hari.
Oleh karenanya, Madin yang
berada di Pondok
Pesantren Alhikmah 02, merupakan pendidikan non formal dengan tujuan
untuk mencetak santri Tafaquh Fiddin, dengan melalui program pengajarannya yang
menitik beratkan pada pelajaran ilmu tajwid, meskipun pelajaran yang lainnya
seperti Fiqih, Tauhid, Ahlaq dan lainnya, tidak kalah pentingnya dalam madrasah
diniyah Al Hikmah 02. Hal ini dapat penulis buktikan dengan diwajibkannya
santri menghafal nadzom - nadzom ilmu tajwid seperti dalam kitab Tuhfat al Athfal, Yanbu’a dan Hidayat Al
Mustafid fi Ahkam Tajwid.
Akan tetapi berdasarkan penelitian masih banyak ditemukan anak didik yang
tidak bisa memahami ilmu tajwid dan bacaan Al Qur’an dengan baik yang sesuai
kaidah ilmu tajwid, sehingga melihat realita yang demikian, seharusnya para
Orang tua, Asatidz dan juga pengurus madrasah diniyah (Madin), untuk lebih
menekankan kepada anak didiknya agar lebih serius mempelajari ilmu tajwid dan
bacaan Al Qur’an secara sempurna.
B.
Alasan Pemilihan Judul
Adapun alasan penulis memilih judul diatas, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a.
Karena melihat banyak dari
para santri yang tidak bisa memahami ilmu tajwid dan bacaan Al Qur’an dengan baik sesuai kaidah ilmu tajwid.
b.
Untuk mengetahui lebih jauh
tentang usaha - usaha Madrasah diniyah Al Hikmah 02 dalam meningkatkan kiat
membaca Al Qur’an melalui pembelajaran ilmu tajwid.
C.
Batasan Dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan
Masalah
Sebelum penulis membahas lebih lanjut tentang
risalah ini, terlebih dahulu akan penulis jelaskan istilah-istilah penting
sehubungan dengan judul diatas, dengan harapan agar tidak terjadi kesalah
pahaman tentang batasan pengertian yang terkandung didalamnya.
Adapun istilah - istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:
a.
Upaya / Usaha
Upaya adalah kegiatan dengan
mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu tujuan atau tekad[1].
b.
Pengurus
Pengurus adalah sekelompok
orang yang mengurus dan memimpin perkumpulan. Dalam arti pengurus disini adalah
sekelompok santri yang bertugas dibagian pendidikan[2].
c.
Pendidikan
Pendidikan berasal dari
kata didik yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.[3]
d.
Membina
e.
Membaca
Membaca adalah melihat serta
memahami isi dari bacaan (dengan dilisankan atau dalam hati)[5]
f.
Belajar
Belajar adalah usaha memfokuskan pikiran untuk mencapai pemahaman
terhadap sesuatu yang sedang dipelajari[6].
2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang
penulis angkat adalah:
a. Bagaimanakah bentuk usaha
pengurus Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 dalam pengenalan ilmu tajwid ?
b. Seperti apakah Tata cara pembelajaran ilmu tajwid yang
diterapkan oleh Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 ?
c.
Bagaimanakah Kiat untuk
meningkatkan pembelajaran ilmu tajwid di Madrasah Diniyah Al Hikmah 02 ?
D.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah:
a.
Untuk mengetahui gambaran
yang jelas mengenai upaya yang dilakukan pengurus Madrasah Diniyah Al Hikmah 02
dalam pengenalan ilmu tajwid.
b.
Untuk mengetahui penerapan
mengenai tata cara pembelajaran ilmu tajwid yang ada di Madrasah Diniyah Al
Hikmaah 02
c.
Untuk mengetahui sejauh mana
pembinaan pengurus madrasah Diniyah Al Hikmaah 02 dalam meningkatkan
pembelajaran ilmu tajwid.
E.
Metode Penelitian
Untuk mencapai maksud dalam risalah ini, penulis melakukan teknik
pengumpulan data yang sesuai dengan masalah - masalah pembahasan, diantaranya
adalah:
1.
Observasi
Metode observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis terhadap fenomena - fenimena yang diteliti[7].
Dengan metode ini, penulis berusaha untuk
mengumpulkan data yang berkenaan dengan judul penelitian dan mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap para siswa Madrasah Diniyah, di dalam
belajar ilmu tajwid untuk meningkatkan kiat membaca Al Qur’an yang dilakukan
pengurus Madrasah Diniyah Al Hikmah 02.
2.
Interview
Interview juga dapat disebut wawancara atau kuisioner lisan. Interview
adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi
dari yang diwawancarai[8]
3.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mengambil data yang
diperoleh melalui dokumen - dokumen[9]. Metode ini dipergunakan
untuk memperoleh data tentang gambaran umum Madrasah Diniyah Al Hikmah 02.
4.
Angket
Metode Angket (koistioner) adalah merupakan metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengadakan komunikasi dari sumber data, dalam bentuk
pertanyaan secara tertulis, dan respondennya menjawab secara tertulis juga[10].
5.
Analisis Data
Metode ini digunakan untuk memberi interprestasi terhadap data yang telah
diseleksi, baik data yang diperoleh melalui observasi, intertview, dokumentasi,
maupun angket. Setelah datanya terkumpul, kemudian dikualifikasikan menjadi
data yang kualitatif dan kuantitatif.
F.
Sistematika Penyusunan
Untuk mempermudah dalam mempelajari dan
memahami isi risalah ini, maka risalah ini disusun dalam urutan sistematika
yang terdiri dari lima bab dan masing-masing bab memuat sub - sub bab yang
saling berkaitan dengan perincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN.
Dalam bab ini meliputi pokok-pokok pikiran ke
arah tujuan risalah, yaitu seperti latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penyusunan.
BAB II :
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG ILMU TAJWID DAN MADRASAH DINIYAH.
Dalam bab ini berisi
tinjauan pustaka yang meliputi definisi ilmu tajwid, tujuan belajar ilmu
tajwid, hukum mempelajari dan mengamalkan ilmu tajwid, metode pembelajaran ilmu
tajwid dan pengertian Madrasah Diniyah.
BAB III : GAMBARAN UMUM
MADARASAH DINIYAH AL HIKMAH 02.
Dalam bab ini meliputi
sejarah umum Madrasah Diniyah Al Hikmah 02, visi dan misi, dan sekolah-sekolah
yang mengikuti kegiatan Madrasah Diniyah.
BAB IV :
UPAYA PENGURUS MADRASAH DINIYAH DALAM PENGENALAN ILMU TAJWID DAN BACA TULIS AL
QUR’AN.
Dalam bab ini berisi tentang
usaha - usaha pengurus Madrasah Diniyah dalam meningkatkan kiat membaca Al
Qur’an melalui pembelajaran ilmu tajwid, yang meliputi bentuk - bentuk upaya,
kendala dan solusi, serta hasil yang dicapai.
BAB V : PENUTUP.
Dalam bab ini berisi
penutup, meliputi kesimpulan, saran - saran, dan kata penutup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TENTANG ILMU TAJWID DAN MADRASAH DINIYAH
A.
Definisi Ilmu Tajwid
Bacaan yang baik dan
benar, akan berpengaruh pada pembaca maupun pendengarnya, dalam memahami makna
- makna Al Qur’an dan membuka tabir mujizat yang ada didalamnya. Baik didalam
kekhusyuan (ketaatan) ataupun kerendahan hatinya. Rasulullah Saw telah bersabda
dalam perkara ini.
من احب ان يقرا القران غضا فليقرأه على
قرأة ام عبد
Artinya :
“Barang
siapa yang suka membaca Al Qur’an dengan baik, sebagaimana diturunkan,
hendaknya ia baca seperti Ummu Abed (maksudnya ibnu mas’ud)”[11]
Yang dimaksud hadits
ini ialah Ibnu mas’ud. Pujian yang diberikan Rasulullah Saw itu dikarenakan
keindahaan suara dan kebenaran bacaannya yang mengikuti aturan tajwid.
Sementara itu para
ulama telah menyatakan bahwa orang yang membaca Al Qur’an tanpa tajwid berarti
telah melakukan lahn (kesalahan membaca). Lahn ialah kerusakan dalam
pengucapan, baik yang jali maupun yang khafi. Kesalahan jali yaitu kesalahan
yang dapat merusak makna dan merusak ketentuan tajwid atau qira’at yang sah.
Disebut jali karena kesalahan itu diketahui oleh ahli qira’at maupun yang bukan
ahlinya. Kesalahan khafi yaitu kesalahan yang merusak ketentuan tajwid atau
qira’at, tetapi tidak sampai merubah makna. Disebut khafi karena hanya
diketahui oleh ulama ahli qira’at saja[12].
Para ulama baik dulu
maupun sekarang telah berusaha menyusun hukum bacaan Al Qur’an sehingga
pengucapannya menjadi benar dan tepat. Hukum ini dikenal oleh mereka dengan
ilmu tajwid. Begitu penting dan utamanya mempelajari ilmu tajwid sehingga
sebagian mereka berusaha menyusunnya, baik dengan nadzom - nadzom maupun narasi.
Mereka mendefinisikan tajwid sebagai penempatan huruf sesuai dengan aturan dan
susunannya, pengeluaran huruf serta asalnya, penghalusan pengucapan dengan
sempurna tanpa berlebih - lebihan, dibuat - buat, mengurangi atau memberatkan.
Kata tajwid ...تجويد merupakan bentuk masdar, berasal dari
fiil madli....جود-يجود-تجويدا
Pengertian ilmu tajwid
secara bahasa (ethimologi) adalah ........التحسين
yang
artinya membaguskan[13].
Sedangkan arti ilmu
tajwid menurut istilah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berguna untuk
mengetahui tentang bagaimana cara membaca Al Qur’an dengan baik dan benar,
sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabat -
sahabatnya, baik berkaitan dengan makharij al huruf (tempat keluar masuknya huruf), ahkam al huruf (hubungan antar huruf), ahkam al maddi wa al qasr (masalah panjang dan pendek ucapan),
ahkam al waqf wa al ibtida (masalah
memulai dan menghentikan bacaan), dan al katt al utsmani (masalah bentuk tulisan mushaf utsmani).
Adapun pengertian ilmu
tajwid menurut sayyid syaikh Muhammad al mahmud ialah ....
التجويد هو علم يعرف
به اعطاء كل حرف حقه ومستحقه من الصفات والمدود وغير ذلك كالترفق والتفخيم ونحوهما.
Artinya :
“Tajwid
ialah ilmu yang dapat diketahui dengannyapemberian haq dan mustahaqnya huruf baik dari segi
sifat, mad, dan lainnya seperti tarqi, tafhim dan sesamamya ”.[14]
B.
Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid
Sebagai disiplin ilmu,
tajwid mempunyai tujuan tersendiri yang mengacu pada pengertian tajwid diatas,
diantaranya sebagai berikut:
1.
Agar
dapat melafalkan huruf - huruf hijaiyah dengan baik dan benar yang disesuaikan
dengan makhraj dan sifatnya.
2.
Agar
dapat memelihara kemurnian bacaan Al Qur’an dari kesalahan dan perubahan makna,
sehingga bacaannya sama dengan bacaan yang pernah dibacakan oleh Rasulullah
Saw. karena bacaan Al Qur’an bersifat “tauqifi” yakni mengikuti apa yang
diajarkan Rasulullah Saw.
3.
Menjaga
lisan pembacanya agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan terjerumus
kedalam perbuatan dosa.
C.
Hukum Mempelajari Dan Mengamalkan Ilmu Tajwid
Banyak para ulama
mengatakan bahwa belajar ilmu tajwid hukumnya adalah wajib. Untuk mencapai
bacaan yang baik dan tertib itu haruslah mempelajari ilmu tajwid terlebih
dahulu. Adapun hukum mempelajari dan mengamalkan ilmu tajwid menurut sayid syekh
Muhammad al mahmud ialah.:
التجويد
لاخلاف في انه فرض كفايةوالعمل به فرض عين علي كل مسلم و مسلمة من المكلفين
Artinya :
“Hukum
mempelajari ilmu tajwid adalah fardlu kifayah, namun praktek pengamalannya
(membaca dengan tajwid) adalah fardlu ‘ain, bagi setiap muslim dan muslimat
yang mukallaf”[15].
Dalil yang mewajibkan
mempraktekan ilmu tajwid dalam setiap pembacaan Al Qur’an adalah:
1.
Dalil
dari Al Qur’an. Firman Allah Swt
ورتـل
القـــرأن تـرتـيــلا
Artinya :
“dan
bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan / tartil (bertajwid)”
(QS. Almuzzammil 73:4)[16]
Ayat ini jelas
menunjukan bahwa Allah Swt memerintahkan nabi Saw untuk membaca Al Qur’an yang
diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf -
hurufnya (bertajwid)[17].
Tartil mempunyai dua
ma’na, yaitu:
a.
Ma’na
Hissiyah, ialah dalam membaca Al Qur’an diharapkan tenang, pelan, tidak
tergesah - gesah disuarakan dengan baik dan tatacara lainnya yang berhubungan
dengan segi - segi indrawi (penglihatan).
b.
Ma’na
ma’nawi, yaitu dalam membaca Al Qur’an diharuskan dengan ketentuan tajwid, baik
berkaitan dengan makhrajnya, sifat, mad, waqaf dan sebagainya.
Untuk ma’na tartil yang nomor dua,
menurut imam Al Baidlawi seorang mufassir kenamaan ialah....
ورتل
القرأن ترتيللا اى جوده تجويدا
Artinya “Tajwidkanlah olehmu akan Al Qur’an dengan tajwid yang sempurna”.
Dan makna kedua ini
jugalah yang pernah dinyatakan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib, bahwa yang
dimaksud tartil ialah ilmu tajwid yang berarti...
تحسين
الحروف ومعرفة لوقوف
Artinya :
“membagusi
atau memperindah bacaan huruf - hurufnya, serta mengetahui tempat pemberhentian
kalimat”.
Sedangkan tartil
menurut ahli tafsir ibnu katsir adalah membaca dengan perlahan - lahan dan
hati-hati karena hal itu akan membantu pemahaman serta perenungan terhadap Al
Qur’an.
2.
Dalil
dari As sunnah
رب
قارىء للقران و القران يلعنه
Artinya :
“banyak orang yang membaca Al Qur’an tetapi Al
Qur’an itu sendiri mengutuknya”[18]
Dalam
hadits yang diriwayatkan dari ummu salammah r.a. istri Rasulullah Saw, ketika
beliau ditanya tentang bagaimana bacaan dan shalat Rasulullah Saw, maka beliau
menjawab....
فقالت
ما لكم وصلاته كان يصلي ثم ينام قدر ما صلي ثم يصلي قدر ما نام ثم ينام قدر ما صلي
حتي يصبح نعتت قرائته فاذا هي تنعت قرائة مفسرة حرفا حرفا
Artinya :
“ketahuilah bahwa baginda nabi Saw, shalat kemudian
tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau shalat tadi. Kemudian baginda Saw
kembali shalat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian
tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau shalat tadi hingga menjelang
subuh. Kemudian dia (ummu salammah)mencontohkan bacaan Rasulullah Saw dengan
menunjukan satu bacaan yang menjelasakan (ucapan) huruf - hurufnya satu per
satu”.[19]
Dari
hadits yang diriwayatkan Abdullah ibnu Amr. Rasulullah Saw bersabda...
خذوا
القران من اربعة من عبد الله بن مسعود وسا لم ومعا دبن جبا ل وابي بن كعب
Artinya :
“Ambilah bacaan Al Qur’an dari empat orang yaitu
Abdullah ibnu Mas’ud, Salim, mu’az bin jabal dan ubai bin ka’ad”[20]
3.
Dalil
dari ijma Ulama.
Telah sepakat para
ulama sepanjang zaman sejak dari zaman Rasulullah Saw sampai sekarang dalam
menyatakan bahwa membaca Al Qur’an secara bertajwid adalah sesuatu yang fardlu
dan wajib. Pengarang kitab Nihayah mengatakan:
Artinya :
“Sesungguhnya
telah ijma (sepakat) semua imam dari kalangan ulama yang dipercaya bahwa tajwid
adalah suatu hal yang wajib sejak zaman nabi Saw sampai dengan sekarang dan
tidak seorangpun yang mempertikaikan kewajiban”.
Ilmu tajwid bertujuan
untuk memberikan tuntunan bagaimana cara pengucapan ayat yang tepat, sehingga
lafad dan ma’nanya terjaga dan terpelihara. Sebagian ulama ada yang berpendapat
bahwa pengucapan hadits - hadits Rasulullah Saw pun harus dilakukan dengan
aturan - aturan tajwid, karena merupakan penjelasan dan sumber hukum kedua
setelah Al Qur’an.
Berkata imam Al Jazaar
yang berupa syair:
والا خذ با لتجو يد حتم لا زم # لانــه
بـه الا لـه انـزالا
من لم يجود القـــران اثـم # وهكـذامنه الينـا وصــلا
Artinya :
“Mempelajari
ilmu tajwid itu suatu kewajiban yang pasti, karena cara begitulah Allah
menurunkannya. Siapa yang tidak mentajwidkan Al Qur’an berdosa dan keji. Begitu
benarlah Tuhan kepada kami menyampaikannya”.
D.
Metode Pembelajaran Ilmu Tajwid
1.
Pengertian
Metode Mengajar
Agar
proses belajar mengajar dapat mencapai sasaran dan tujuannya, maka diperlukan
adanya pemilihan terhadap metode yang akan diterapkan. Untuk lebih jelasnya
penulis kemukakan pendapat tentang beberapa metode mengajar:
a.
Menurut
Drs. Hm. Arifin, M. Ed. Metode adalah salah satu alat atau cara untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.[21]
b.
Dalam
buku teaching engglis as a secund lengguage, Edward M. Antoni, mengatakan:
Metode adalah rencana menyeluruh yang
berhubungan dengan pengajuan materi pelajaran secara teratur dan tidak saling
bertentangan atas suatu aproch. Kalau aproch bersifat otomatis, metode bersifat
proseduler. Jadi dalam suatu aproch terdapat beberapa metode.[22]
c.
Menurut
dokter Nana Sujana:
Metode mengajar adalah cara yang
digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa saat berlangsung
pengajaran.[23]
Jadi metode merupakan salah satu segi -
segi dasar penyusunan sistem pengajaran, bahkan berhasil atau tidaknya tujuan
pengajaran tergantung pula pada metode yang dipakai.
Sedangkan yang dimaksud metode
pengajaran ilmu tajwid adalah suatu cara yang sistematis dan pragmatis yang
dipergunakan untuk menyampaikan materi pelajaran ilmu tajwid kepada peserta
didik.
2.
Metode
pengajaran ilmu tajwid
Adapun beberapa metode
yang dapat dipakai untuk mengajarkan ilmu tajwid diantaranya:
a.
Metode
langsung
Yaitu guru langsung mengajarkan huruf -
huruf atau lafad Al Qur’an. Adapun ciri - ciri metode ini diantaranya adalah:
1)
Banyak
latihan mendengarkan dan menirukan dengan tujuan agar dapat dicapai penguasaan
membaca secara otomatis.
2)
Aktifitas
belajar banyak dilakukan didalam kelas.
3)
Bacaan
mula-mula diberikan secara lisan.[24]
b.
Metode
Drill
Metode drill atau biasa disebut dengan
metode latihan siap atau metode pembiasaan, adalah suatu kegiatan dalam
melakukan hal yang sama, secara berulang-ulang dan bersungguh - sungguh dengan
tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan
supaya terjadi permanen.[25]
Metode drill dapat digunakan:
1)
Tujuan
pengajaran memerlukan ketangkasan atau keterampilan motorik atau gerak, seperti
menulis, membaca, mengucapkan, mempergunakan suatu alat dan sebagainya.
2)
Tujuan
pengajaran, berbentuk kecakapan mental dalam menggunakan suatu rumus, harokat,
hubungan antar huruf, panjang pendek bacaan, dan masalah memulai atau
menghentikan bacaan dalam ilmu tajwid, misalnya: tasydid, maad, idghom, iklab,
ikhfa dan sebagainya.[26]
Dengan metode ini, pengajaran ilmu
tajwid diberikan degan jalan melatih untuk membaca Al Qur’an. Metode ini
dilakukan sejak dulu, yaitu dimasa nabi masih hidup, juga dilakukan metode ini.[27]
Metode drill ini digunakan karena
memiliki keistimewaan sebagai berikut:
1)
Materi
yang diberikan dalam suasana yang serius atau sungguh-sungguh, akan lebih kokoh
tertanam dalam daya ingatan murid, karena seluruh pikiran, kesadaran, dan
kemampuannya dikonsentrasikan pada pelajaran yang sedang diberikan.
2)
Adanya
pengawasan, bimbingan dan koreksi langsung dari guru memungkinkan murid
melakukan perbaikan kesalahan pada saat itu juga.
3)
Suatu
sukses akan memperkuat asosiasi, sedang suatu kegagalan akan melemahkan atau
melepaskan asosiasi.
4)
Pengetahuan
siap atau keterampilan siap, yang terbentuk suatu waktu dapat digunakan dalam
keperluan sehari-hari, baik untuk keperluan study maupun bagi bekal hidup kelak
dimasyarakat.[28]
c.
Reading
method
Sesuai dengan namanya, metode ini
diperuntukan bagi sekolah-sekolah yang bertujuan mengajarkan kemahiran membaca Al Qur’an. Adapun penerapan reading method
dengan cara sebagai berikut:
“Materi dibagi menjadi seksi - seksi
pendek, setelah sampai pada tahap tertentu murid telah menguasai kosakata,
diajarkan bacaan tambahan.[29] dengan
harapan penguasaan murid terhadap kosakata menjadi lebih mantap. Jadi pada
dasarnya reading method adalah suatu metode yang mengutamakan kemampuan membaca
Al Qur’an dengan secepat - cepatnya.
d. Ponetik method
Metode ini terkenal juga dengan reform
method atau oral method dan erat hubungannya dengan direcy method atau metode
langsung. Pelajaran mula - mula dimulai dengan latihan mendengarkan atau ear
training, kemudian diikuti dengan latihan - latihan mengucapkan bunyi huruf
hijaiyah terlebih dulu, setelah itu kata, ayat pendek, dan hingga ayat - ayat yang
lebih panjang.[30]
e. Metode
pengajaran berprogram
Metode pengajaran berprogram adalah
suatu cara penyajian materi yang sudah disiapkan atau diatur oleh guru,
sehingga memungkinkan murid mempelajarinya menurut kemampuannya.
Beberapa keistimewaan mengikuti metode
pengajaran berprogram:
1)
Program
pelajaran dipilih dan disusun dengan baik, disiapkan dengan teliti menuju
tujuan pendidikan tertentu, sesuai dengan apa yang diinginkan dan ditetapkan.
2)
Setiap
murid mengikuti program belajar dengan kemampuannya, karena setiap murid
menghadapi programnya masing - masing.
3)
Kemajuan
individual lebih terjamin karena setiap murid dapat menyelesaikan program
belajar sesuai dengan kemampuan masing - masing. Dengan kata lain, kemajuan
individual tidak terhambat oleh karena keterbelakangan murid yang lain.
4)
Guru
lebih dapat mencurahkan perhatian pada murid-murid yang menurut penilaiannya
perlu dibantu, murid - murid yang cerdas atau tidak memerlukan bantuan, dapat
diberikan kesempatan untuk maju atas dasar kekuatannya sendiri.
5)
Anak
didik tidak dipengaruhi oleh sikap guru, seperti kita ketahui bersama bahwa
kemajuan belajar murid oleh rasa suka atau tidak suka terhadap guru yang
memberikan pelajaran itu terhadapnya.
6)
Program
untuk satu tahun pelajaran sudah dapat ditetepkan dengan teliti dan mutu
pengetahuan serta keterampilan yang harus dimiliki murid dapat disamakan selama
programnya sama.[31]
f.
Metode
Musyafahah
Metode musyafahah adalah proses belajar
mengajar secara langsung berhadap - hadapan antara guru dengan murid dan murid
melihat secara langsung contoh bacaan Al Qur’an dari seorang guru, dan sang
guru melihat langsung bacaan Al Qur’an si murid, apakah sudah benar sesuai
dengan tajwidnya atau belum.
g.
Metode
Talaqqi
Metode talaqqi adalah metode secara
langsung yang sumbernya dari seorang guru yang ahli dalam ilmu tajwid, yang
mana guru tersebut juga bersumber dari guru - guru sebelumnya atau mempunyai
sanad dari guru ahli qiro’ah.
Demikian kiranya
beberapa metode yang dapat dipakai dalam pembelajaran ilmu tajwid. Namun perlu
diingat tidak ada satu metode pun yang tepat untuk semua materi dan segala
keadaan. Maka dari itu, hendaknya guru pandai - pandai mencari dan
mengkombinasikan berbagai macam metode dengan pertimbangan - pertimbangan yang
ada.
Adapun kitab yang
banyak dijadikan acuan dalam pembelajaran ilmu tajwid yaitu seperti kitab
Yanbu’a, Tuhfat al Athfal dan kitab Hidayat Almustafid fi Ahkam Tajwid.
1.
Yanbu’a
Kitab ini dikarang oleh
H. Muhammad Ulinnuha Arwani pimpinan pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an dan
diterbitkan oleh penerbit pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an, Kudus. Tanpa ada
tahun terbitnya. Jenis kertas kitab ini dari bahan kertas tebal dan berwarna
putih serta memakai aksara arab dan latin. Kitab ini mempunyai tebal 48
halaman.
Pondok Tahfidh Yanbu’ul
Qur’an menyusun dan menerbitkan buku Thoriqooh baca tulis dan menghafal Al
Qur’an yang sangat sederhana dan diberi nama Yanbu’a dengan harapan agar dapat
bermanfaat bagi seluruh umat sehingga menjadikan para pembaca Al Qur’an bisa
mendapat Syafaat dan terhindar dari kesalahan membaca yang dapat merubah ma’na
sehingga menjadikan suatu perbuatan dosa.
Yanbu’a artinya sumber,
mengambil dari kata Yanbu’ul Qur’an yang berarti sumber Al Qur’an. Yanbu’ul
Qur’an adalah nama yang sangat digemari dan disenangi oleh seorang guru besar
Al Qur’an Al muqri (KH Muhammad Arwani Amin) yang silsilah keturunannya sampai
pada Pangeran Diponegoro.
Adapun bimbingan
mempelajari dan mengajarkan Yanbu’a yaitu setelah anak sudah bisa membaca Al
Qur’an dengan benar dan lancar, yang berarti sudah bisa mempraktekan tajwid
dengan benar, baru diajarkan ilmu tajwid dengan cara sedikit demi sedikit (satu
pokok bahasan sampai paham dan hafal). Setelah mengajarkan ilmu tajwid,
diadakan mudarosah atau musyafahah Al Qur’an dan setiap anak harus membaca
bacaan yang ada bacaan tajwidnya, anak ditanya ada bacaan apa dan apa sebabnya.
Pada waktu bagian akhir
supaya digunakan untuk tanya jawab pelajaran ilmu tajwid (yang ada dikotak II).
Bila waktunya cukup dimulai dari halaman awal sampai dengan pelajaran yang
sudah diajarkan atau diacak supaya anak tidak lupa. Dan untuk latihan, guru
bisa memberi ayat tertentu kemudian anak disuruh mencari hukum bacaan tajwid
yang sudah diajarkan dan disuruh menulis atau menjawab nama bacaan dan sebab -
sebabnya. Selanjutnya contoh - contoh bacaan dibuat menjadi banyak, namun guru
boleh menentukan contoh yang harus dihafal anak[32].
2.
Kitab
Hidayat Al mustafid fi Ahkam Tajwid
Kitab ini dikarang oleh
Syaikh Muhammad Mahmud Masyhur dan diterbitkan oleh penerbit Toha Putra
Semarang, tanpa ada tahun terbitnya. Jenis kertas kitab ini dari bahan kertas
buram dan berwarna putih serta memakai aksara arab. Kitab ini mempunyai tebal
32 halaman.
Dalam mempelajari dan
mengajari cara membaca Al Qur’an dengan baik dan benar banyak cara yang
digunakan oleh seorang guru, antara lain seperti membimbing dan menunjukan
bagaimana seharusnya membaca Al Qur’an, seperti menunjukan bacaan yang harus
dibaca panjang dan mana yang tidak, serta seberapa lama panjangya. Bacaan yang
boleh dibaca mendengung dan mana yang tidak dan lain sebagainya, tanpa
menunjukan ilmunya. Sehingga tidak jarang kita temui pada murid yang pandai
membaca Al Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid (ilmu
tata cara membaca Al Qur’an), tapi tidak mengetahui ilmunya.
Namun ada juga yang
dimulai dengan memperkenalkan dulu ilmunya, seperti jenis - jenis bacaan
panjang (maad), jenis - jenis bacaan mendengung (ghunnah), jenis - jenis bacaan
jelas (idhar), dan sebagainya, sambil dibimbing untuk menerapakannya dalam
membaca Al Qur’an.
Dalam penyajiannya,
kitab ini menggunakan pola dialog, tanya jawab, dalam setiap bagian
pembahasannya dari awal hingga akhir kitab. Sehingga mengesankan lebih
komunikatif dan tidak kaku, meskipun kemudian pembahasannya menjadi agak
terbatas. Karena kitab ini diperuntukkan bagi mereka yang masih pemula dalam
belajar membaca Al Qur’an. Bahasa yang digunakan pun relatif lebih mudah
dipahami[33].
3. Kitab Tuhfat al Atfal
Kitab ini dikarang oleh
Syaikh Sulaiman bin Husain bin Muhammad Al-Jamzuriy dan diterbitkan oleh penerbit
Sa’ad bin Nashir bin Nabhan, Surabaya, tanpa ada tahun terbitnya. Jenis kertas
kitab ini dari bahan kertas buram dan berwarna putih serta memakai aksara arab.
Kitab ini mempunyai tebal 34 halaman.
Tuhfat al Atfal, memang
merupakan kitab dasar dalam kajian ilmu tajwid. Dan memang dimaksudkan sebagai
materi dasar bagi para pemula yang mempelajari kajian ini. Karenanya, kitab ini
cukup ringkas, kalau tidak yang paling ringkas dibandingkan dengan kitab -
kitab lain dalam bidang kajian yang sama. Bahkan kitab ini ditulis dalam bentuk
syair sebanyak 61 bait. Ini artinya, jika ditulis dalam lembaran berformat
setengah kwarto (seukuran buku tulis) maka 61 bait ini hanya membutuhkan 4
halaman. Akan tetapi, meski cukup ringkas kitab ini tidak bisa dipandang enteng,
karena sudah cukup memadai untuk para pemula yang belajar membaca Al Qur’an.
Bahkan hampir semua pengajaran ilmu tajwid menggunakan kitab ini sebagai
literatur utama bagi para pemula.
Dalam pembagian
pembukaan ini disebut juga nama kitab yang dipilih oleh Mu’allifnya. Tuhfat al
Athfal yang menunjukan bahwa kitab ini memang diperuntukan bagi anak - anak (Al
Atfal) pemula. Juga disinggung tentang sumber asal keilmuan yang digunakan
Mu’allif untuk menyusun kitab ini, yakni dari gurunya yang bernama Sayyid Nur
al Din Ali bin Ahmad bin Umar bin Naji Al Maihiy.
Sebagaimana kitab -
kitab yang ditulis dalam bentuk Syair, bagian penutup kitab ini tidak ditulis
dalam bab atau bagian tersendiri. Bagian penutupnya cukup disertakan dalam
bagian terakhir dari topik yang dibicarakan. Dimana dalam bagian penutup ini,
disebutkan pula penulisan Syair ini, yang diselesaikan pada tahun 1198 H[34].
E.
Pengertian Madrasah Diniyah
Secara ethimologi
madrasah berarti sumber ilmu dan pusat belajar atau pula disebut mazhab.diawal
zaman pertengahaan islam sangat terkenal, misalnya madrasah Kuffah, madrasah
Hijaz, serta madrasah Baghdad yang semuanya merujuk pada konteks mazhab
pemikiran yang umum dianut ulama dimasing-masing wilayah tersebut[35].
Kata madrasah baru
mengalami pergeseran makna sebagai tempat belajar setelah negara / khalifah
terlibat secara otoritatif mengurusi masalah pendidikan.
Sementara kata diniyah
adalah bentuk nisbat dari kata Al din yang berarti agama atau keagamaan.
Penggunaan kata diniyah ini lebih banyak merujuk pada terminologi imam Gozali
yang berarti pengetahuan dasar agama, dari pada ma’na harfiyah dari kata Al din
itu sendiri.
Dengan merujuk kepada
asal - usul kata madrasah diniyah tersebut maka secara terminologi madrasah
diniyah dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga yang memberikan pendidikan
dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan
pengetahuan agama islam kepada pelajar - pelajar yang merasa kurang menerima
pelajaran agama islam disekolahannya[36].
Keberadaan lembaga ini
sangat menjamur dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan anak
- anak pra dewasa. Dan pada saat sekarang ini madrasah diniyah sudah memiliki
legalitas melalui perundang - undanganannya. Kelegalitaan ini menuntut madrasah
diniyah untuk memiliki kurikulum yang mendukung, keadministrasian yang mapan
serta managemen yang professional.
Untuk memastikan kapan
madrasah diniyah didirikan dan madrasah mana yang pertama kali berdiri di
Indonesia sangatlah sulit, namun departemen agama (dahulu kementrian agama) mengakui
bahwa setelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah
diniyalah yang berkembang menjadi madrasah-madrasah formal. Dengan perubahaan
tersebut, berubah pula status perkembangannya dari jalur luar sekolah yang
dikelola penuh oleh masyarakat menjadi sekolah dibawah pembinaan departemen
agama[37].
Madrasah diniyah adalah
bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat
tentang pendidikan agama. Madrasah diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang
dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan
terhadap pengetahuan agama islam[38].
Secara umum setidaknya
sudah ada beberapa karakteristik pendidikan diniyah dibumi nusantara ini.
Pertama pendidikan diniyah Takmiliya (suplement) yang berada ditengah
masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh pondok pesantren.
Pendidikan diniyah jenis ini betul - betul merupakan kreasi dan swadaya
masyarakat, yang diperuntukan bagi anak - anak yang menginginkan pengetahuan
agama diluar jalur sekolah formal. Kedua, pendidikan diniyah yang berada dalam
lingkaran pondok pesantren dan bakal menjadi urat nadi kegiatan pondok
pesantren. Ketiga, pendidikan keagamaan yang diselenggarakan sebagai pelengkap
(komplement) pada pendidikan formal dipagi hari. Keempat, pendidikan diniyah
yang diselenggarakan diluar pondok pesantren, tapi diselenggarakan secara
formal dipagi hari, sebagai mana layaknya sekolah formal.
Dengan meninjau secara
pertumbuhan dan banyaknya aktifitas, diselenggarakan sub sistem madrasah
diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakulikuler madrasah diniyah adalah
sebagai berikut:
1.
Madrasah
diniyah merupakan perlengkapan dari pendidikan formal.
2.
Madrasah
diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan
syarat yang tepat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3.
Madrash
diniyah tidak dibagi atas jenjang / kelas - kelas yang secara ketat.
4.
Madrasah
diniyah dalam materinya bersifat praktis dan kusus.
5.
Madrasah
diniyah waktunya relatif singkat dan warga didiknya tidak harus sama.
6.
Madrasah
diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacam - macam.
Madrash diniyah
mempunyai tiga tingkatan, yakni: Diniyah Awaliyah, diniyah Wustha, dan diniyah
Ulya.Madrasah diniyah awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan) dan madrasah
wustha dan ulya berlangsung 2 tahun (2 tingkatan). Imput siswa madrasah diniyah
yang diasumsikan adalah siswa yang berasal dari Sekolah Dasar, SMP atau SMA.
Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, madrasah diniyah bertujuan[39]:
1.
Melayani
warga belajar, dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang
hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupan.
2.
Membina
warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang
diperlukan untuk mengembangkan diri bekerja mencari nafkah atau melanjutkan
ketingkat dan jenjang yang lebih tinggi.
3.
Memenuhi
kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan
sekolah.
Untuk menumbuh
kembangkan ciri madrasah sebagai satuan
pendidikan yang bernafaskan islam, maka tujuan madrasah diniyah dilengkapi
dengan memberikan bekal kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama islam
untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, muslim, anggota masyarakat
dan warga negara.
Dalam program
pengajaran ada beberapa bidang study yang diajarkan seperti Al Qur’an, Hadits,
Aqidah ahlaq, Fiqih, Sejarah kebudayaan Islam, Bahasa Arab dan Praktek Ibadah.
BAB
III
GAMBARAN UMUM
MADRASAH DINIYAH AL HIKMAH 02
A.
Sejarah Umum Madrasah Diniyah Al Hikmah 02
Madrasah diniyah Al
Hikmah 02 merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang berada di bawah
naungan pondok pesantren Al Hikmah 02. Lembaga ini disediakan untuk lebih
mendalami ilmu agama yang diprioritaskan bagi santri yang mengambil pendidikan
disekolah umum, seperti SMP, SMA dan SMK.
Pada umumnya, sekitar
tahun 1993 latar belakang lembaga ini berbentuk pengajian klasikal biasa yang
ditangani oleh pengurus pondok dengan menunjuk salah satu ustadz dalam
memberikan pelajarannya, pelajaran yang disampaikan belum disesuaikan dengan
model kurikulum, dan pelaksanaan kegiatannya belum terorganisasi.
Pada tahun berikutnya,
barulah kegiatan pengajian ini dikemas dalam bentuk madrasah diniyah. Dengan
kepala Madrasah Ust. Nur Rahman S. Ag. Mulailah dibentuk struktur organisasi
dan kurikulum, sekalipun dalam bentuk yang sederhana, sebab jumlah muridnya
tidak sebanyak jumlah murid sekarang. Karena menangani santri putra dan putri,
maka organisasi dan pelaksanaannya dibagi dua, sehingga untuk santri putra
mempunyai struktur organisasi sendiri sebagaimana juga untuk santri putri,
meskipun dipimpin oleh kepala madrasah yang sama. Pada tahun berikutnya,
madrasah diniyah putra diserahkan kepada H. Solahuddin (Putra sulung pengasuh
Pondok Pesantren Al Hikmah 02) sebagai kepala madrasahnya, sementara madrasah
diniyah putri masih tetap dipegang oleh Ust. Nur Rahman.
Setelah berjalan
beberapa tahun, muncullah ide untuk menggabungkan madrasah diniyah putra dengan
kepengurusan madrasah diniyah putri, sehingga menjadi lembaga pendidikan
sendiri bernama madrasah diniyah Al Hikmah 02 yang dipimpin oleh H. Solahuddin,
hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pengaturan dan pengontrolan 2murid.
Bersamaan dengan
terjunnya H. Itmamuddin (Gus Itmam, putra kedelapan Pengasuh Pondok Pesantren
Al Hikmah 02 di pesantren), kepemimpinan madrasah diniyah Al Hikmah 02
diserahkan kepada beliau kurang lebih lima tahun beliau memimpin lembaga ini,
akhirnya beliau harus meneruskan pendidikannya di Madinah Al Munawarah, dan
jabatan di madrasah diniyah, diserahkan
kepada kakaknya, yaitu H. Rofi’uddin Lc., namun beliau hanya dapat memimpin
lembaga ini dalam beberapa bulan saja, karena pada hari kamis tanggal 11
november 2004 M. (29 Ramadlan 1425 H) ±
pukul 15.45, sebuah kecelakaan membawa beliau menghadap Kerahmattullah, dan
pada saat sekarang ini, madrasah diniyah Al Hikmah 02 dipimpin kembali oleh H.
Itmamuddin.
Sejak terbentuknya
madrasah diniyah Al Hikmah 02 menjadi lembaga pendidikan tersendiri, struktur
pengurusannya selalu mengalami perubahan pada tiap tahunnya, hal ini disebabkan
karena beberapa personil kepengurusannya harus meneruskan pendidikan diluar
daerah atau dengan tujuan regenerasi.
Adapun proses kegiatan
belajar mengajar di madrasah diniyah Al Hikmah 02, selalu menyesuaikan dengan
kegiatan yang diadakan oleh pondok pesantren Al Hikmah 02, sehingga pelaksanaan
KBM di madrasah diniyah Al Hikmah 02 mengalami beberapa kali perubahan. Saat
ini pelaksanaan KBM tersebut secara bersamaan dilaksanakan mulai pukul 18.45
sampai pukul 20.00 WIB. Setiap hari selain hari selasa dan jum’at karena pada
hari tersebut kegiatan semua santri ditangani oleh pihak pengurus pondok.
B.
Visi Dan Misi Madrasah Diniyah
1.
Visi:
Mendidik siswa yang bertafaquh fi ddin,
berakhlakul karimah dan mandiri dalam berdakwah.
2.
Misi:
1. Mengajarkan Islam berdasarkan paham Ahlus
sunnah wal jama’ah.
2. Menjadikan madrasah diniyah sebagai
pusat kajian ilmu agama Islam.
3. Membentuk peserta didik yang memiliki ketaqwaan
terhadap Allah Swt.
4. Membentuk peserta didik yang memiliki
ketaqwaan terhadap Allah Swt.
5. Membentuk peserta didik yang memiliki
pengetahuan umum dan keagamaan.
C.
Sekolah -
Sekolah Yang Mengikuti Kegiatan Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah Al Hikmah 02
disediakan untuk beberapa lembaga sekolah formal, diantaranya adalah :
1.
Sekolah
Menengah Pertama (Smp)
SMP Al Hikmah 02 merupakan
sekolah yang berada dibawah naungan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al
Hikmah 02 (Pondok Pesantern terbesar di Jawa Tengah) SMP Al Hikmah 02 dengan
status terakreditasi A (sejak tahun 2005) ditetapkan departemen pendidikan
nasional menjadi rintisan sekolah standar nasional (tahun 2009) dan oleh
departemen Agama dicanangkan sebagia sekolah berbasis pesantren (SBP) dengan
tujuan memadukan sistem sekolah dan sistem pesantren yang masing-masing
memiliki keunggulan.
Kurikulum sekolah
menengah pertama (SMP) Al Hikmah 02, merupakan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) Gabungan kurikulum departemen pendidikan nasional (Standar
isi) dengan kurikulum pesantren dan muatan Life Skill. Materi yang diajarkan
dari kurikulum pesantren diantaranya seperti Fiqih, Akidah/Tauhid, Akhlak, dan
Al Qur’an. Sebagai tambahan pengetahuan siswa dibidang keagamaan dilaksanakan
Kegiatan madrasah diniyah dengan materi yang diajarkan meliputi ilmu alat
(Nahwu Sorof), Hadist, Tauhid, Tajwid, Fiqih, dan Bahasa Arab. Muatan Life
Skill siswa dibekali keterampilan Komputer, Bahasa Inggris, dan Matematika
dasar.
2.
Sekolah
Menengah Atas (SMA)
SMA Al Hikmah 02
merupakan sekolah yang berada dibawah naungan Yayasan Pendidikan Pondok
Pesantren Al Hikmah 02. SMA Al Hikmah 02 dengan status terakreditasi A yang
ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional menjadi rintisan sekolah kategori
mandiri (RSAM/RRSN). SMA Al Hikmah mengundang putra - putri lulusan SMP/MTS
untuk bergabung dalam pendidikan yang memberikan wawasan keterampilan /
kompetensi yang memupuni dan nuansa agamis, untuk bekal hidup ditengah
masyarakat. Melalui pendidikan berbasis kompetensi, siswa - siswi dipersiapkan
untuk menghadapi situasi dunia kerja yang sesungguhnya. Disamping itu siswa -
siswi juga belajar untuk menumbuhkan jiwa dan semangat berwirausaha dan
melakukan inovasi dalam dunia kerja. Selain memupuni dalam bidang umum, siswa
SMA Al Hikmah 02 juga disiapkan mampu dalam bidang agama, upaya yang ditempuh
ialah dengan Madrasah Diniyah (madin) yang dengan pola drill dan pelatihan,
siswa dikondisikan untuk mampu memahami dan mengamalkan ajaran agama islam.
3.
Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK)
SMK Wicaksana Al Hikmah
02 berdiri di bawah naungan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al Hikmah 02
yang sudah lama mengabdikan diri untuk memajukan pendidikan dan ilmu agama
dibawah naungan KH. Masruri Abdul Mughni (Ketua Rois Syuri’ah PWNU Jateng).
Adapun visi dan misi SMK Wicaksana yaitu :
1.
Visi
Menciptakan tenaga kerja yang terampil,
kompetitif dan mandiri di bidang Farmasi dan Keperawatan.
2.
Misi
Mendidik dan melatih dengan prinsip
Manajemen Kesehatan sehingga menjadi tenaga medis yaitu, asisten apoteker dan
asisten perawat tingkat menengah yang handal. Membimbing dan mengarahkan
lulusan untuk dapat bekerja secara mandiri, dengan meningkatkan tenaga pendidik
yang memiliki kompetensi standar nasional. Dan untuk siswa SMK Wicaksana Al
Hikmah 02 dalam memupuni bidang agama, maka upaya yang ditempuh oleh Pondok
Pesanten Al Hikmah 02 yaitu dengan diwajibkannya mengikuti Madrasah Diniyah
seperti halnya sekolah SMP dan SMA.
BAB IV
UPAYA PENGURUS MADRASAH
DINIYAH DALAM PENGENALAN ILMU TAJWID DAN BACA TULIS AL QUR’AN
A.
Bentuk – Bentuk Upaya
1.
Penyempurnaan
Struktur Kepengurusan
Salah satu penunjang
keberhasilan suatu lembaga pendidikan adalah kecakapan dan keaktifan personal
kepengurusannya, oleh karenanya untuk lebih mengoptimalkan jalannya kegiatan
belajar mengajar madrasah diniyah Al Hikmah 02, struktur kepengurusan lembaga
ini diadakan perubahan baik dengan pergantian ataupun pergeseran jabatan, yang
akhirnya struktur kepengurusan madrasah
diniyah Al Hikmah 02 menjadi seperti yang telah disebutkan diatas.
Hal tersebut juga
bertujuan untuk memnfaatkan sumber daya santri yang ada di pondok pesantren Al
Hikmah 02, karena sebagian santrinya dinilai mampu untuk memegang beberapa
jabatan yang ada sekalipun dalam tahap percobaan. Disamping itu, perubahan
tersebut juga dalam rangka pembekalan kepada sebagian santri senior yang akan
segera terjun di daerah masing - masing.
2.
Mengadakan
Pembaharuan Dewan Asatidz
Pada hakikatnya, dewan
Asatidz yang telah ada dinilai sudah sangat memupuni untuk melaksanakan
pengajian di madrasah ini, hanya saja terkadang, masing-masing Asatidz
terbentur oleh kesibukan lain, sehingga kekosongan pengajar sering terjadi. Hal
itu sangat berdampak pada kelancaran kegiatan belajar mengajar, yang pada
akhirnya juga akan mempengaruhi penerimaan kualitas murid dalam menerima
pelajaran.
Oleh sebab itu, pihak
pengurus madrasah diniyah Al Hikmah 02 mengadakan pergantian sebagian Asatidz
yang berhalangan untuk bisa aktif dalam pengajaran. Sehingga dewan Asatidz yang
ada adalah seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.
3.
Penyempurnaan
Kurikulum dan Menambah Jam Pelajaran Al Qur’an.
Kurikulum yang dipakai
dalam lembaga ini tidak menggunakan kurikulum yang telah tersusun oleh
pemerintah, karena murid yang mengikuti kegiatan madrasah diniyah ini juga
berbeda dengan standar umum yang telah ditentukan pemerintah, baik dari segi
fisik ataupun basic pendidikan dan kegiatan hariannya, sehingga kurikulum yang
telah ditentukan pemerintah dinilai tidak cocok bila diterapkan di madrasah
diniyah Al Hikmah 02.
Untuk meningkatkan
kualitas pengajaran ilmu tajwid, materi yang disampaikan dirancang secara
khusus sesuai tingkatan kelas. Untuk kelas satu, yang terdiri dari siswa kelas
satu SMP, SMA dan SMK, ditargetkan bisa membaca Al Qur’an dengan benar. Dan
untuk kelas dua ditargetkan bisa membaca Al Qur’an dengan benar dan mengetahui
kaidah Tajwidnya. Sedangkan untuk kelas tiga ditargetkan dapat lancar dan fasih
membaca Al Qur’an dengan diberi pendalaman materi Tajwid.
Dan untuk mencapai
target tersebut, maka alokasi waktu pelajaran Al Qur’an dan tajwid ditambah
seperti yang tercantum dibawah ini:...
4.
Meningkatkan
Keaktifan Dewan Asatidz
Meningkatkan keaktifan dewan Asatidz
merupakan faktor utama keberhasilan suatu lembaga pendidikan, karena hal itu
akan berpengaruh pada kelancaran KBM untuk mencapai hasil yang ditargetkan.
Maka dari itu, madrasah diniyah Al Hikmah 02 senantiasa mengadakan rapat evaluasi
yang di dalamnya membahas keaktifan Asatidz. Dengan rapat tersebut Asatidz yang
tidak aktif akan diminta keterangannya dan diminta aktif kembali selagi masih
siap menjadi dewan pengajar madrasah diniyah Al Hikmah 02.
Selain jurnal tatap muka yang telah
dsediakan, pihak pengurus madrasah juga selalu mengontrol kehadiran Asatidz
dengan absen yang sudah disiapkan, itu semua dengan harapan akan menjadi faktor
keaktifan semua Asatidz.
5.
Meningkatkan
Keaktifan Murid
Faktor keberhasilan pendidikan
kedua setelah keaktifan dewan Asatidz adalah keaktifan peserta didik itu
sendiri. Dalam hal ini madrasah diniyah Al Hikmah 02 selalu mengontrol absen
kelas dan memberikan sanksi bagi murid yang tidak hadir. Pengontrolan tersebut
menggunakan dua bentuk absen, yaitu absen harian dan absen induk, yang dipegang
langsung oleh BP madrasah.
6.
Mengadakan
Evaluasi Khusus Baca Al Qur’an
Untuk mengetahui sejauh mana penerimaan
murid terhadap materi yang disampaikan, madrasah diniyah Al Hikmah 02
mengadakan evaluasi yang bersifat harian, mingguan maupun bulanan. Khusus
pelajaran Al Qur’an, tiap harinya diadakan tes lisan, dan pada ulangan semester
diadakan tes praktek baca Al Qur’an yang dibarengi dengan pertanyaan ilmu
tajwidnya.
B.
Kendala Dan Solusi
Usaha yang diupayakan oleh madrasah
diniyah Al Hikmah 02 untuk membina peserta didiknya dalam membaca Al Qur’an
tidak semulus yang diharapkan. Bermacam - macam kendala sering dialami pada
setiap tahapan usahanya. Namun hal tersebut tidak menjadikan keputus asaan
pengurus madarsah dalam memberikan bekal ilmu agama terutama Al Qur’an, setiap
kendala yang dihadapi segera dicari jalan keluarnya dengan jalan rapat intern pengurus madrasah maupun rapat umum
dengan dewan Asatidz.
Berikut ini beberapa kendala yang
dialami madrasah diniyah Al Hikmah 02 beserta solusinya:
1. Kurang
aktifnya sebagian pengurus madrasah dalam menjalankan tugasnya, hal ini
dikarenakan sebagian pengurusnya terkadang mempunyai tugas lain pada waktu yang
bersamaan. Untuk hal ini sesama pengurus membagi tugas sementara, untuk
menggantikan tugas pengurus yang berhalangan hadir, sekalipun kepala madrasah
atau pengurus lain tetap memberikan teguran pada personil pengurus yang
bersangkutan.
2. Kurangnya
tenaga pengajar yang menguasai materi Al Qur’an dan tajwid sesuai kurikulum yang
telah ditentukan, karena sistem pemberian pelajaran menggunakan guru kelas,
dalam artian masing - masing guru memegang semua bidang pelajaran yang telah
ditentukan pada masing - masing kelas. Sebagai solusinya, pihak pengurus
madrasah menambah dewan Asatidz yang memupuni untuk menyampaikan materi
pelajaran Al Qur’an dan Tajwid sesuai kurikulum yang ada. Dan akhirnya sebagian
Asatidz yang merasa kurang menguasai bidang tersebut diserahkan pada Ustadz
lain yang lebih memupuni dalam bidang pelajaran tersebut.
3. Sebagian
Asatidz masih kurang aktif dalam melaksanakan tugas dan kurang efektif dalam
memanfaatkan waktu kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat mempengaruhi pada
keaktifan peserta didik. Untuk menanggulangi hal itu, Pengurus madrasah lebih
sering mengadakan rapat evaluasi Asatidz disamping peneguran oleh kepala
madrasah dan sesama Asatidz.
4. Sebagian
Murid kurang memahami pentingnya pelajaran - pelajaran yang ada di madrasah
diniyah Al Hikmah 02 khususnya pelajaran Al Qur’an dan Tajwid. Sehingga
menjadikan mereka kurang konsentrasi dalam menerima pelajaran, malas
menanggulangi pelajaran sendiri, bahkan malas berangkat ke madrasah. Dua hal
inilah yang sangat disayangkan pengurus madrasah. Untuk itu pengurus mengambil
solusi agar dewan Asatidz sering memberikan pengertian tentang pentingnya
pelajaran yang ada disertai motifasi yang mendorong kesemangatan peserta
didiknya.
5. Kendala
fisik berupa penerangan ruang KBM yang sering kali terjadi mati lampu pada
sebagian ruangan. Hal ini diatasi dengan pengontrolan lampu tiap ruang sebelum
pelaksanaan KBM.
6. Kendala
alami berupa hujan, karena jarak asrama dan tempat KBM belum memungkinkan
dibuat jalur yang beratap. Kendala ini diatasi dengan menggabungkan semua
tempat KBM di Masjid, sekalipun tidak terlaksana dengan tertib.
C. Hasil Yang Dicapai
Untuk mengetahui hasil yang dicapai
oleh madrasah diniyah Al Hikmah 02 dalam membina pembelajaran ilmu tajwid
terhadap peserta didiknya, penulis mengambil hasil nilai pelajaran Al Qur’an
dan tajwid pada ujian akhir yang dilaksanakan pada tanggal 6 April 2010 sampai
tanggal 13 April 2010 dengan alasan karena ujian akhir ini menentukan
keberhasilan peserta didik dalam menerima pelajaran selama menjadi murid
madrasah diniyah Al Hikmah 02.
Dalam pengambilan nilai tersebut,
penulis mengambil sample berjumlah 32 murid dengan sistem random sesuai metode
penelitian yang telah disampaikan. Daftar nilai tersebut adalah sebagai
berikut:
DAFTAR NILAI PELAJARAN AL QUR’AN DAN
TAJWID MURIDKELAS III MADRASAH DINIYAH AL HIKMAH 02
TAHUN
2010 – 2011
NO
|
Nama
|
Pelajaran
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
|
Al Qur,an
|
Tajwid
|
||||
1
|
Abdurrahman
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
2
|
M. Adib budiman
|
8
|
8
|
16
|
8
|
3
|
Agus salim
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
4
|
Ma,mun
|
6
|
8
|
14
|
7
|
5
|
Abdul Kholik
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
6
|
Syamsuddin
|
7
|
7
|
14
|
7
|
7
|
M. yunus
|
6
|
7
|
13
|
6,5
|
8
|
Hilmi Hamidi
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
9
|
Amir fatah
|
7
|
7
|
14
|
7
|
10
|
Adib setiawan
|
6
|
7
|
13
|
6,5
|
11
|
M. fahrozin
|
7
|
7
|
14
|
7
|
12
|
Handika Mauludin
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
13
|
Syamsul fauzi
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
14
|
Azhar
|
8
|
8
|
16
|
8
|
15
|
Adib
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
16
|
Barok
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
17
|
Akhsan
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
18
|
Alwi Abdul aziz
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
19
|
Mutawakkil
|
8
|
8
|
16
|
8
|
20
|
Rizam al majid
|
6
|
7
|
13
|
6,5
|
21
|
Nur salim
|
7
|
7
|
14
|
7
|
22
|
Noufal zaki ramadani
|
6
|
7
|
13
|
6,5
|
23
|
Imam baehaki
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
24
|
Rahman nur hakim
|
8
|
8
|
16
|
8
|
25
|
Zaenus solikhin
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
26
|
Almi hanif
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
27
|
Ma,mun farid
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
28
|
Nur kholis
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
29
|
Rizki alan
|
6
|
8
|
14
|
7
|
30
|
Alyan akbar
|
7
|
8
|
15
|
7,5
|
31
|
Fakih
|
7
|
7
|
14
|
7
|
32
|
Saeful rohim
|
7
|
7
|
14
|
7
|
Jumlah
|
468
|
234
|
|||
Rata-rata
|
14,6
|
7,3
|
Dari
tabel di atas, dapat di ketahui bahwa predikat
kelulusan 32 murid yang di jadikan sampel dalam risalah ini, sesui
dengan ketentuan yang telah di sebutkan pada sub bab metode penelitian adlah sebagai berikut:
PREDIKAT KELULUSAN PELAJARAN AL QUR’AN
DAN TAJWID
MURID KELAS III MADRASAH DINIYYAH AL
HIKMAH 02
NO
|
Predikat
|
Jumlah
|
1
|
Lulus baik sekali
|
0 murid
|
2
|
Lulus baik
|
4 murid
|
3
|
Lulus positif
|
28 murid
|
4
|
lulus percobaan
|
0 murid
|
5
|
tidak lulus
|
o murid
|
Jumlah
|
32
|
Bila di persentasikan , maka akan
menjadi seperti pada tabel berikut:
PROSENTASI KELULUSAN PELAJARAN AL QUR’AN
DAN TAJWID
MURID KELAS III MADRASAH DINIYYAH AL
HIKMAH 02
NO
|
Predikat
|
Prosentasi
|
1
|
Lulus baik sekali
|
|
2
|
Lulus baik
|
|
3
|
Lulus positif
|
|
4
|
lulus percobaan
|
|
5
|
tidak lulus
|
|
Jumlah
|
Dengan
demikian maka :
Murid
yang lulus :100%
Murid
yang tidak lulus :0%
Dari
hasil prosentasi kelulusan di atas, maka sesuai
dengan ketentuan prosentasi pada sub
bab metode penelitian, usaha yang
di lakukan madrasah diniyyah al hikmah 02 benda sirampog brebes jawa tengah
dalam membina ilmu tajwid dan baca tulis al qur’an di nilai sangat berhasil.
[1]
Poerwo Darminto, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996) hal 997
[1]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ), hal.10
[1]
Amirul Hadi, Metedologi Penelitian
Pendidikan, (Bandung : Pustaka setia,
1998) hal 110)
[1]
Suharsini arikunto, prosedur penelitian suatu pendekata praktek, ( yogyakarta :
rineka cita, 1993 ), hal. 126
[1] Amirul
hadi, op. Cit, hal. 155
[1] Suryo
subroto, B. Drs, dasar-dasar psikologi pendidikan di sekolah, ( jakata : prima
karya, 1975 ), hal. 155
[1]
Imam ibnu majah, sunan ibnu majah, ( kairo : daar al hadits ) hal.
[1]
Arwani Ulinuha, Thoriqoh baca tulis dan
Menghafal Al Qur’an, (Kudus : Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an, 2004) hal 2
[1]
Aw Munawir, Kamus Al Munawwir,
(Surabaya : Pustaka Progresif) hal 23
[1]
sayyid syaikh Muhammad al mahmud, hidayatul mustafid, ( semarang : karya toha
putra ), hal 4
[1]
Departemen agama RI, Al qur'an dan terjemahnya, ( semarang : toha putra, 2009 )
hal. 174
[1]
Jalaludin Assuyuthi Imam, Tafsir Jalalain, (Semarang : Toha Putra) hal 230
[1]
http: // www.scribd.com/doc/51141035/tajwid
[1]
Imam at thirmidzi, sunan At Thirmidzi, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ) hadits
2847
[1]
Imam Al bukhori, Shohih bukhori, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ), hadits 4615
[1]
Arifin, kapita selekta pendidikan, ( semarang : toha putra, ttt ) jilid 4, hal.
538
[1]
Mulyono sumardi, Dr. Pengajaran bahasa asing, ( jakarta : bulan bintang, 1979
), hal. 90
[1]
Nana sujana, Dr. Dasar-dasar metodologi proses belajar mengajar, ( jakarta :
sinar baru, 1988 ), hal. 33
[1]
Mahfud sahaluddin, metodologi pendidikan agama, ( surabaya : bina ilmu, 1978 ),
hal 94
[1]
Depag RI, metodik Al qur'an hadits, ( jakarta : dirjen bibaga islam, 1983 ),
hal. 49
[1]Masyhur
Mahmud, Hidayat Al Mustafid fi Ahkam
Tajwid, (Semaramg : Toha Putra) hal 13
[1] Ibnu
Husain Sulaiman, Tuhfat al Athfal,
(Surabaya : Sa’ad bin Nashir bin Nabhan) hal 30
[1]
El Saha Ishom, MA. Dinamika Madrasah
Diniyah di Indonesia, (Jakarta : Trans, 2008) hal 22
[1]Mahfudz
Shalahuddin, Metodologi Pendidikan Agama,
(Surabaya : Bina Ilmu, 1978) hal 31
[1] Poerwo Darminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1996) hal 997
[2] Ibid hal 204
[3] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, ( Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2004 ), hal.10
[4]
Ibid hal 117
5 Ibid hal 71
[6]
Ibid hal 10
[7] Amirul Hadi, Metedologi Penelitian Pendidikan,
(Bandung : Pustaka setia, 1998) hal
110)
[8] Suharsini arikunto,
prosedur penelitian suatu pendekata praktek, ( yogyakarta : rineka cita, 1993
), hal. 126
[9] Amirul
hadi, op. Cit, hal. 155
[10] Suryo
subroto, B. Drs, Dasar-Dasar Psikologi Pendidikan Di Sekolah, ( Jakata :
Prima Karya, 1975 ), hal. 155
[11] Imam Ibnu Majah, Sunan
Ibnu Majah, ( Kairo : Daar Al Hadits
) hal.
[12]
Arwani Ulinuha, Thoriqoh baca tulis dan
Menghafal Al Qur’an, (Kudus : Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an, 2004) hal 2
[13]
Aw Munawir, Kamus Al Munawwir,
(Surabaya : Pustaka Progresif) hal 23
[14] Sayyid Syaikh Muhammad
Al Mahmud, Hidayatul Mustafid, ( Semarang : Karya Toha Putra ), hal 4
[15] Ibid, hal. 5
[16] Departemen agama RI, Al
Qur'an Dan Terjemahnya, ( Semarang : Toha Putra, 2009 ) hal. 174
[17]
Jalaludin Assuyuthi Imam, Tafsir Jalalain, (Semarang : Toha Putra) hal 230
[18] http: //
www.scribd.com/doc/51141035/tajwid
[19] Imam At Thirmidzi, Sunan
At Thirmidzi, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ) hadits 2847
[20] Imam Al Bukhori, Shohih
Bukhori, ( Daar Al Hadits : Kairo, 2003 ), hadits 4615
[21] Arifin, Kapita
Selekta Pendidikan, ( Semarang : Toha Putra, ttt ) jilid 4, hal. 538
[22] Mulyono sumardi, Dr. Pengajaran
Bahasa Asing, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1979 ), hal. 90
[23] Nana sujana, Dr,.
Dasar-dasar metodologi proses belajar mengajar, ( jakarta : sinar baru, 1988 ),
hal. 33
[24] Op Cit, hal. 33
[25] Mahfud Sahaluddin, Metodologi
Pendidikan Agama, ( Surabaya : Bina Ilmu, 1978 ), hal 94
[26] Depag RI, Metodik Al
Qur'an Hadits, ( Jakarta : Dirjen Bibaga Islam, 1983 ), hal. 49
[27] Op. Cit, hal. 103-104
[28] Op. Cit, hal. 100
[29] Op. Cit, hal.35
[30] Op. Cit, hal. 101
[31] Ibid, hal. 100
[32]
Op Cit, hal 5
[33]Masyhur
Mahmud, Hidayat Al Mustafid fi Ahkam
Tajwid, (Semaramg : Toha Putra) hal 13
[34] Ibnu
Husain Sulaiman, Tuhfat al Athfal,
(Surabaya : Sa’ad bin Nashir bin Nabhan) hal 30
[34]
El Saha Ishom, MA. Dinamika Madrasah
Diniyah di Indonesia, (Jakarta : Trans, 2008) hal 22
[36] Ibid hal 22
[37] Ibid hal 22
[38]Mahfudz
Shalahuddin, Metodologi Pendidikan Agama,
(Surabaya : Bina Ilmu, 1978) hal 31
[39]Op
Cit, hal 32